Tahun Politik, Teknologi, dan Refleksi Kasus Ed Snowden

Jakarta - Laporan yang dibeberkan mantan teknisi yang bekerja pada CIA, Ed Snowden, tentang adanya sistem penyadapan yang dipasang pada jaringan di Amerika Serikat bikin geger.

Bahkan tidak hanya penyadapan, pemerintah AS disebutkan juga membuat 'backdoor' pada 9 perusahaan teknologi terbesar semisal Microsoft, Yahoo, Google, Facebook, PalTalk, AOL, Skype, YouTube dan Apple.


Tentu hal ini membuat kita tersentak untuk kembali mawas diri terhadap negara kita dalam hal ini bangsa Indonesia dan seluruh warga negara yang ada di dalamnya.


Penulis sendiri telah melakukan beberapa riset secara pribadi terhadap hal ini sejak beberapa bulan lalu dalam konteks untuk mencari tahu kemungkinan yang bisa dilakukan oleh suatu pihak untuk menguasai internet Indonesia yang dibangun dengan gotong-royong sejak tahun 1995.


Berbagai referensi bisa dilihat di situs Wikipedia yang menyampaikan tentang perkembangan internet di Indonesia.


Menyadari akan adanya dampak negatif selain tentunya dampak positif yang ada, maka penulis perlu memberikan sebuah wacana bagi kita semua untuk memahami apa yang mungkin terjadi. Sehingga selanjutnya bisa menjadi sebuah peringatan dini agar kita bisa lebih saling menghargai tentang kebebasan di dunia teknologi.


Secara umum sebagaimana disampaikan dalam situs resminya di www.kominfo.go.id, "Kementerian Kominfo telah membangun PLIK sebanyak 5.748 titik dan target penyediaan M-PLIK 1.907 titik di seluruh wilayah Indonesia. Dengan selesainya pembangunan Palapa Ring yang akan menyatukan seluruh wilayah Indonesia dari ujung Barat hingga ujung Timur melalui internet dalam satu wadah yang disebut Nusantara Internet Exchange (NIX), maka akan terwujud mimpi bangsa ini menjadi Negeri Cyber yang bermartabat dengan cara mengontrol saluran dan penerapan TIK".


Dari pernyataan ini memang cukup memberikan sebuah pemikiran yang penuh dengan pertanyaan dimana tujuan dari Nusantara Internet Exchage sebagaimana disampaikan untuk mewujudkan mimpi bangsa menjadi Negeri Cyber yang bermartabat dengan cara mengontrol saluran dan penerapan TIK.


Kalimat ini tentu -- bagi kita yang bekerja secara profesional di bidang TIK -- akan merasa risih dimana terlihat bahwa pemerintah ingin mengontrol saluran dan penerapan TIK yang ada di Indonesia.


Padahal jika ditelisik secara UU Telekomunikasi maupun UU ITE tentunya sistem kontrol ini tidak boleh dilakukan secara sembarangan.


Dalam kaitannya dengan tahun politik, tentu ini juga menjadi pertanyaan besar jika pada tahun 2014 nanti jaringan ini akan digunakan sebagai jalur dimana data suara pemilih akan menggunakan infrastruktur ini.


Ketika kita berbicara tentang kontrol tentu di benak kita secara umum akan terlintas pemikiran dalam dua sisi yakni positif dan negatif.


Jika memandang dalam konteks negatif maka kontrol yang dimaksud dapat diartikan sebagai filter terhadap sesuatu yang ujungnya pastinya akan merugikan salah satu pihak yang ada.


NIX adalah sebuah Internet Exchange Point (IEP) yang merupakan program Kementerian kominfo dan merupakan bagian dari program Kewajiban Pelayanan Umum/Universal Service Obligation (KPU/USO). Proyek ini akan berwujud sebuah sistem jaringan gateway yang dipasang di 33 provinsi se-Indonesia.


Hingga April 2012, sudah terbangun 8 unit gateway yakni di Medan, Palembang, Surabaya, Denpasar, Makassar, Balikpapan, Jayapura dan Ternate. Secara teknis, setiap NIX akan terdiri dari 15 server di mana masing-masing server akan memiliki bandwidth 15 terabyte. Setiap server akan terdiri dari 200 rak (sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Nusantara_Internet_Exchange).


NIX sendiri dibangun oleh pemerintah yang sebetulnya telah dibangun oleh masyarakat Indonesia secara gotong royong melalui apa yang disebut dengan IIX (Indonesia Internet eXchange) yang kemudian juga melahirkan openIXP yang dibangun oleh komunitas dan difasilitasi oleh IDC Indonesia yang dipimpin oleh Johar Alam dkk.


Saat itu pemerintah sendiri belum memahami akan pentingnya internet exchange ini sehingga tidak mendapat perhatian khusus.


Jika diperbandingkan antara NIX, IIX dan OpenIXP dalam hal politik tentu bisa menjadi perdebatan panjang sebab ketiganya mempunyai karakter yang berbeda. Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa NIX dibangun oleh pemerintah, sementara IIX dihandle oleh Asosiasi (APJII) dan OpenIXP dibangun oleh komunitas.


Ini bisa menjadi isu besar apabila di bawa keranah politik praktis untuk kepentingan Pemilu 2014 nanti.


Sekadar memberikan wacana, jika pusat pertemuan saluran ini dikontrol oleh salah satu pihak dan berkaca pada kasus yang diutarakan oleh Ed Snowden tersebut, maka jika dihubungkan dengan tahun politik yang tentunya akan memanfaatkan saluran ini maka apa yang bisa dilakukan oleh pihak yang mengontrol hal itu?


*) Penulis, Bona Simanjuntak merupakan Aktifis Internet Independen. Yang bersangkutan bisa dikontak di @bonapaltius atau email aku@bona.web.id


(ash/ash)