Ruang kendali jaringan Telkomsel
Jakarta - Nasib kelanjutan 3G Telkomsel dan XL Axiata ternyata sangat bergantung pada Axis Telekomunikasi Indonesia. Kedua operator yang baru saja mendapatkan tambahan blok 3G itu tak bisa membangun jaringannya jika Axis tak mau pindah dari blok 3G yang ditempatinya saat ini.
"Jika Axis tidak pindah, maka penataan blok 3G ini tidak berjalan. Karena yang lebih dulu harus pindah adalah Axis, dan yang terakhir baru Telkomsel dan XL. Seperti puzzle bongkar pasang," kata Muhammad Ridwan Effendi, anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) kepada detikINET, Kamis (4/4/2014).
Jika Axis pindah dari blok 2 dan 3 ke blok 11 dan 12, maka blok 2 yang ditinggalkan bisa segera ditempati oleh Hutchison CP Telecom (Tri) dan blok 3 yang kosong bisa ditempati Telkomsel.
Kemudian, hasil perpindahan Tri ke blok 2 menyisakan ruang kosong di blok 6. Nah, blok ini yang nantinya akan ditempati Indosat yang tergusur oleh XL di blok 8. Sehingga, dari 12 blok yang ada di 2,1 GHz ini, urutannya menjadi Tri 1-2, Telkomsel 3-4-5, Indosat 6-7, XL 8-9-10, dan Axis 11-12.
"Itu gambaran akhirnya saja. Pindah itu ada tahapannya, tidak bisa serentak. Itu langkah yang paling minimal dan paling cepat diselesaikan kurang dari enam bulan. Dengan pindah duluan, Axis malah beruntung, opportunity bisnis lebih baik dari yang lain karena yang lain harus menunggu," jelas Ridwan.
Namun sayangnya, Axis tetap pada pendiriannya. Anak usaha Saudi Telecom ini tidak mau pindah karena merasa keputusan penataan blok 3G ini tidak sesuai kesepakatan. Apalagi, kedua blok yang akan ditempatinya di ujung 2,1 GHz nanti dianggap masih 'kotor' akibat luberan interferensi dengan PCS 1900 yang digunakan operator seluler CDMA Smart Telecom.
"Ditjen SDPPI Kominfo pada 29 Januari 2013 pernah memaparkan, call setup succes rate di blok 11 sebesar 53,84% dan di blok 12 cuma 13,64%. Kasihan pelanggan kami nanti tidak akan mendapatkan kualitas layanan mumpuni seperti sebelumnya," papar Anita Avianti, Head of Corporate Communication Axis.
"Apalagi jika ada pelanggaran terhadap Quality of Services atau QoS, kami bisa didenda Rp 200 juta untuk tiap pelanggaran," keluhnya saat dikonfirmasi detikINET.
Apapun alasannya, BRTI pun meminta Axis agar tetap tunduk pada kebijakan yang akan ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kominfo ini. "Jika tidak, sanksinya apa? Kami belum mau berandai-andai terlebih dulu. Kami percaya Axis pasti akan menaati untuk pindah pada September nanti," harap Ridwan berusaha optimistis.
Tak Sesuai Kesepakatan?
Axis yang beroperasi di Indonesia sejak awal 2008 lalu telah membangun 10.500 base transceiver station (BTS) yang 3.850 titik di antaranya merupakan node B untuk jaringan 3G. Infrastruktur jaringan itu telah melayani 17 juta pelanggan seluler dengan 60% pengguna data aktif menggunakan jaringan 3G.
"Sekitar 40% revenue kami ditunjang dari pendapatan akses data. Jadi ini seharusnya juga jadi pertimbangan, karena hasil dari rencana penataan itu tidak sesuai kesepakatan. Memang ada kesepakatan untuk penataan, tapi tahu-tahu hasilnya sudah seperti ini," sesal Anita lagi.
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo Gatot S Dewa Broto mengaku tetap menghargai pandangan dan kritikan Axis meski tetap menolak tudingan tentang kesepakatan itu.
"Respon kritis Axis sebenarnya bukan saat ini saja muncul, karena saat pertemuan 28 Maret 2013 itupun ketika seluruh CEO diminta tanggapannya, memang Axis yang kritis pandangannya dan itu menjadi haknya," ungkap Gatot saat berbincang dengan detikINET.
Namun demikian, Gatot menegaskan kepada Axis, pada saat rapat 6 Desember 2011 seluruh CEO operator sudah sepakat dan bahkan menandatangani surat pernyataan di atas meterai bahwa mereka akan menyetujui apapun keputusan dari Kementerian Kominfo dan BRTI dalam penataan menyeluruh blok 3G itu.
"Jadi, kalau Axis menyebut pertemuan itu sudah dipersiapkan sebelumnya, memang betul, karena itu forum rapat dimana regulator menyampaikan hasil penataannya. Bukankah mereka per 6 Desember 2011 sudah ok? Karena kalau dibuka diskusi antara suka tidak suka dengan seluruh perpindahan bloknya, tidak akan pernah tuntas karena semua pasti memiliki agenda masing-masing," tegasnya.
Gatot memastikan, dalam memilih skenario penataan regulator bersikap netral, tidak ada deal atau lobi apapun. Dasar yang digunakan adalah persamaan perlakuan, obyektif, dan berorientasi jangka panjang.
"Regulator tidak ada untungnya jika harus menyalahgunakan kekuasaan untuk itu. Mohon kita belajar konsisten. Kalau sudah sepakat, jangan mundur. Regulator berdiri sama di depan seluruh operator," sesalnya.
( rou / rou )
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!