Menkumham Amir Syamsuddin (rou/inet)
Jakarta - Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin menegaskan fee kurator senilai Rp 146,808 miliar yang dibebankan kepada Telkomsel tidak wajar mengingat anak usaha BUMN Telkom itu tidak jadi pailit.
"Keputusan Mahkamah Agung jelas menyatakan Telkomsel tidak pailit alias membatalkan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Karena tidak pailit, maka fee kurator yang diminta sebesar itu tidak wajar," tegas Amir akhir pekan ini di Jakarta.
Seperti diketahui, Telkomsel yang dinyatakan pailit oleh PN Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 14 September 2012 atas gugatan PT Prima Jaya Informatika, akhirnya dinyatakan bebas pailit oleh Mahkamah Agung pada tanggal 21 November 2012 setelah mengajukan kasasi pada 21 September 2012.
Namun masalah Telkomsel ternyata belum selesai sampai di sini. Sebab, setelah dinyatakan bebas pailit, perusahaan seluler yang mayoritas sahamnya dikuasai Telkom dan Singtel ini juga masih dikenai fee kurator sebesar Rp 146,808 miliar.
Hingga batas waktu Jumat 15 Februari 2013, Telkomsel tetap menolak untuk membayar fee yang ditetapkan oleh putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No. 48/Pailit/2012/PN. Niaga JKT.PST jo No.704K/Pdt.Sus/2012. Sang operator pun terancam gugatan somasi yang mungkin dilayangkan oleh tim kurator pada Senin 18 Februari 2013.
Namun demikian, langkah penolakan Telkomsel mendapat dukungan banyak pihak karena jumlahnya yang dinilai tak wajar. Termasuk dukungan yang disampaikan oleh Menkumham Amir Syamsuddin yang membuat aturan tentang imbal jasa bagi kurator dan pengurus kasus pailit.
Saat dimintai komentarnya, Amir justru balik bertanya. "Bagaimana mungkin seorang termohon yang tidak pailit kemudian dibebani biaya pengurusan harta pailit dengan persentase dari total aset yang dimilikinya. Kenapa Telkomsel harus membayar biaya kepengurusan sebesar Rp 146,8 miliar? Ini sangat berbahaya," tegasnya.
Ia juga menegaskan, Keputusan Menteri Kehakiman No. 9/1998 tentang Pedoman Besarnya Imbalan Jasa bagi Kurator dan Pengurus tidak berlaku lagi karena berpotensi memeras perusahaan-perusahaan besar.
"Tidak berlaku lagi. Sudah saya cabut. Saya khawatir ke depan cara-cara seperti ini akan ditiru oleh orang-orang untuk melakukan tekanan kepada perusahaan-perusahaan besar yang dilihat asetnya besar, seperti Telkomsel," tegas Amir.
Setelah mencabut Keputusan Menteri Kehakiman No. 9/1998 tentang Pedoman Besarnya Imbalan Jasa bagi Kurator dan Pengurus, Kementerian Hukum dan HAM pun pada tanggal 11 Januari 2013 menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. 1/2013 sebagai aturan pengganti yang baru.
"Kepmen Kehakiman No. 9/1998 disempurnakan dengan Permenkumham No. 1/2013 tentang Pedoman Imbalan bagi Kurator dan Pengurus yang bertujuan mencegah penafsiran-penafsiran mengenai perhitungan biaya tersebut. Kalau tidak, lembaga kepailitan ini bisa disalahgunakan oleh pihak-pihak yang beritikad buruk," tegas Amir.
Telkomsel melalui kuasa hukumnya, Andri W Kusuma, telah berulangkali menegaskan tetap akan menolak pembayaran fee kurator karena terdapat kejanggalan-kejanggalan dalam penetapan yang dikeluarkan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Andri memaparkan, dalam Permenkumham yang mengatur tentang imbalan jasa kurator baik No. 9/1998 atau No. 1/2013 secara jelas diatur tiga hal. Pertama, perhitungan berdasarkan aset jika pailit benar terjadi.
Kedua, jika terjadi perdamaian tetap ada pemberesan dan dihitung 2% dari aset. Ketiga, jika pailit dibatalkan di tingkat kasasi atau Peninjauan Kembali (PK), fee kurator dihitung berdasarkan jam kerja.
"Perbedaan di Permenkumham lama atau baru ini adalah, di aturan lama jika tidak terjadi pailit fee kurator dihitung berdasarkan jam kerja dan ditanggung berdua. Sedangkan di aturan baru jika tidak terjadi pailit fee dihitung berdasarkan jam kerja dan ditanggung pemohon," jelasnya.
Seperti diketahui, perhitungan fee kurator menurut penetapan PN Niaga Jakarta Pusat adalah berdasarkan perhitungan 0,5% dikalikan total aset yang dimiliki Telkomsel yakni sekitar Rp 58.723 triliun. Hasil perkalian itu adalah Rp 293.616.135.000.
Angka sekitar Rp 293.616 miliar ini kemudian dibagi dua antara Telkomsel dengan Prima Jaya Informatika selaku pemohon pailit. Sehingga masing-masing dibebankan Rp 146.808 miliar. Pola perhitungan menggunakan Kepmen Kehakiman No. 9/1998.
Sedangkan Telkomsel berpandangan aturan yang digunakan adalah Permenkumham No. 1/2013 tentang imbalan jasa kurator yang berlaku 11 Januari 2013. Dalam aturan ini seharusnya perhitungan fee kurator adalah berdasarkan jumlah jam kerja dan bukan berdasarkan perhitungan persentase aset pailit.
Jika mengacu kepada jam kerja, dengan asumsi tarif masing-masing kurator per orang Rp 2,5 juta per jam, 8 jam per hari, selama 86 hari, maka total imbalan tiga kurator sekitar Rp 5.160 miliar dan dibebankan kepada pemohon pailit.
Berdasarkan catatan, kurator dalam kasus pailit Telkomsel ini adalah Feri S Samad, Edino Girsang dan Mokhamad Sadikin. Sedangkan hakim pemutus kasus pailit Telkomsel di PN Jakpus adalah Agus Iskandar, Bagus Irawan, dan Noer Ali. Majelis hakim yang sama juga yang menetapkan imbalan jasa kurator dan biaya kepailitan.
Menanggapi penolakan Telkomsel, tim kurator sebelumnya telah menegaskan tetap akan berpegangan pada penetapan fee yang diputuskan pengadilan. Meskipun bisa saja menggugat somasi, namun tim kurator juga tak menutup kemungkinan untuk membuka jalur musyawarah.
"Ya, kita lihat saja nanti. Tapi pada prinsipnya kita akan cari jalan terbaik. Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan," kata Feri S Samad dalam pesan singkatnya.
( rou / rou )
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!