Ingin Menyimpan Tumpukan Data 'Sampah' atau 'Emas'?




Suasana Acara (SAS)


Jakarta - Bagi perusahaan, memiliki setumpuk data puluhan tahun itu seperti dua sisi mata uang. Satu sisi, data-data tersebut cuma tak lebih dari sekadar tumpukan 'sampah' lantaran tak bisa dioptimalkan untuk kepentingan perusahaan, namun tetap memakan resources media penyimpanan. Di sisi lain, justru data-data tersebut bisa menjadi 'tambang emas'.

'Tambang emas' di sini adalah karena data tersebut dieksplorasi lebih jauh sehingga berubah menjado suatu informasi berharga, untuk kemudian dapat berperan strategis dalam roda bisnis perusahaan di masa depan.


Hanya saja, untuk saat ini sepertinya belum banyak perusahaan yang melirik pilihan kedua. Mereka masih terpaku dengan pilihan pertama dengan alasan tak tahu harus diapakan tumpukan data tersebut yang sudah berada di 'gudang' selama puluhan tahun.


Jawaban sederhananya adalah, ya data itu bisa dianalisis lebih lanjut untuk kemudian dieksplorasi. Pertanyaan selanjutnya adalah, apa mengolahnya susah?


Nah, ini dia satu lagi kekhawatiran yang masih menghinggap di kepala pengambil keputusan suatu organisasi. Tentunya mereka enggan untuk mengeluarkan banyak effort sumber daya untuk 'mengurusi' data-data lama mereka.


Padahal, di era teknologi sekarang ini, urusan mengolah data sisa-sisa perjalanan bisnis puluhan tahun sudah tak lagi dikerjakan secara manual. Sudah banyak aplikasi dan solusi business intelligent yang bisa ditemui di pasaran.


Penggunaannya pun mudah, ada yang tinggal drag & drop dan voila... Hasil analisa dan prediksi di masa depan sudah terpapar dari deretan data historis yang kita masukkan.


Menurut Hendrayana Kartiman, Pre-Sales Manager SAS Indonesia, pemain di layanan Business Analytics, perusahaan biasanya memiliki punya banyak data, mulai dari yang berasal ratusan ribu hingga jutaan pelanggan.


Namun pertanyaannya adalah, data-data itu mau diapakan? Padahal kita bisa melakukan segmentasi yang telah ditentukan untuk kepentingan perusahaan di masa depan.


"Dari data-data tersebut, misalnya kita bisa mengeksplorasi kebiasaan pengguna yang bisa menentukan untuk mencari pelanggan potensial yang dapat menyerap produk baru, dan lainnya," kata Hendrayana, saat acara SAS Gathering 2013 di Jakarta.


"Jadi ketika kita tahu siapa-siapa saja pelanggan yang berpotensi, maka kita tidak perlu lagi asal blast saat campaign marketing produk baru," lanjutnya.


"Jadi intinya adalah struktur data diolah, dianalisa untuk kemudian bisa diambil outputnya sebagai pertimbangan untuk menjalankan strategi berikutnya," Hendrayana menegaskan.


Erwin Sukiato, Country Manager SAS Indonesia menambahkan bahwa perkembangan big data datang begitu cepat. Alhasil, diperlukan sosok-sosok khusus untuk mentransformasikan cara konvensional dalam menjalankan bisnis agar dapat memberikan hasil yang sangat cepat.


"Untuk menghadapi tantangan itu, pada 2012, SAS telah meluncurkan SAS Visual Analytics. Ini merupakan solusi visual proses analytics terhadap data yang luar biasa besar dan beragam menggunakan teknologi mutakhir untuk membantu pengambilan keputusan dengan cepat dan akurat," lanjutnya.


Drag & Drop


SAS sendiri ingin membuktikan bahwa solusi business analytic tidaklah sulit. Produk yang digadang-gadang oleh perusahaan yang memiliki markas besar di North Carolina, Amerika Serikat itu adalah SAS Visual Analytics.


Aplikasi ini sendiri tersedia bagi perusahaan skala kecil dan menengah. Ini merupakan software eksplorasi data visual yang menggabungkan business intelligence dengan analytics dengan tambahan pilihan display grafik dan kemampuan analytics.


Di desain untuk semua ukuran data, solusi in-memory SAS berkemampuan mengeksplorasi data dengan sangat cepat sehingga pengguna dapat memeriksa seluruh data, menghitung analytics pada jutaan baris data dalam hitungan menit atau detik, dan menampilkan laporan secara visual.


Melalui SAS Visual Analytics secara self-service, eksekutif memiliki akses instan -- baik melalui PC atau tablet -- untuk melihat laporan atau dashboard secara mobile berdasarkan data terbaru, sehingga mereka jadi lebih cepat untuk membuat keputusan yang lebih baik.


Dalam demo yang ditampilkan, Hendrayana coba membuat studi kasus di suatu perusahaan fiktif yang memiliki data pelanggan dan organisasi selama 32 tahun. Jadi bisa dibayangkan seberapa banyak tumpukan data yang disebut sebagai Mega Corp tersebut.


Namun ketika data-data sudah masuk ke dalam sistem dan perusahaan ingin mengeksplorasinya, SAS Visual Analytics menghadirkannya dengan cara yang sangat mudah. Tinggal drag & drop pada 'meja kerja' yang sudah disiapkan di layar komputer.


Apa yang ingin Anda bandingkan dan analisa, mulai dari profik, biaya, pabrik, pelanggan, dan efektivitas karyawan dapat diolah dengan mudah sesuai keinginan.


Hasil analisa yang disajikan pun bisa digambarkan dalam rincian data-data atau melalui grafik yang menarik. Pilihan grafiknya pun bisa langsung direkomendasikan sesuai data yang ingin dianalisa.


"Melalui kemampuan eksplorasi dan visualisasi data, SAS Visual Analytics tidak hanya sekadar produk business intelligence (BI) sederhana. SAS Visual Analytics dapat menjangkau skenario secara luas, baik hanya dari beberapa pengguna hingga tingkat korporasi, tingkat global," pungkas Jim Davis, Senior Vice President dan Chief Marketing Officer SAS.


( ash / ash )


Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!