Ben Siagian (rou/inet)
Jakarta - Indonesia dinilai Qualcomm belum saatnya migrasi ke jaringan seluler 4G dengan teknologi Long Term Evolution (LTE). Sebab dari sisi teledensitas, penetrasi 3G masih rendah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
"Penetrasi 3G di Indonesia baru 30%, tak seperti di Malaysia dan Singapura yang sudah hampir 100%," kata Ben Siagian, Country Manager Qualcomm Indonesia kepada detikINET saat berkunjung ke markas detikcom, di Jakarta, Rabu (27/3/2013).
Menurutnya, dengan terus teredukasinya masyarakat akan manfaat 3G seiring pertumbuhan demand layanan data, maka dalam waktu 2-3 tahun ke depan diharapkan Ben penetrasi 3G akan menembus 50% populasi penduduk Indonesia.
Memang diakui Indonesia tak bisa dibandingkan secara head-to-head dengan kedua negara tetangga. Karena dari jumlah populasi penduduknya saja sudah berbeda. Indonesia memiliki 240 juta penduduk, sementara Malaysia hanya 25 juta dan Singapura cuma 4 juta.
"Namun 3G di Indonesia belum fully optimized. Jadi saya melihat, kita belum butuh LTE sekarang. Bukan karena kita tertinggal dengan negara lain, tapi apa kita secara bisnis sudah benar-benar butuh? Do we really need 48 Mbps?" kata Ben.
Lebih lanjut ia mengatakan, jika memang yang menjadi masalah adalah ketersediaan spektrum frekuensi 3G, mungkin yang bisa menjadi alternatif adalah metode refarming dan teknologi netral. Seperti yang dilakukan Indosat di spektrum 900 MHz.
Namun lagi-lagi, yang menjadi kendala adalah ekosistemnya. Dari sisi ketersediaan handset 3G untuk U900 dinilai langka. Itu sebabnya, Qualcomm mau tak mau ikut membantu Indosat agar penyedia handset mau menghidupkan alternatif 900 MHz di handset 3G ketimbang hanya di 1.800 MHz dan 2,1 GHz.
"3G kalau di-utilized dan di-enhanced secara infrastruktur, akan men-drive device dan volume jadi lebih murah. Nanti di situ timbul economic of scales yang bisa men-drive price dan volume," lanjut pria asal Medan yang juga mantan petinggi Microsoft dan Oracle tersebut.
Alternatif Spektrum LTE
Kalaupun spektrum 3G lagi-lagi menjadi kendala untuk pengembangan 3G di masa depan dan 4G LTE yang terpaksa menjadi jalan akhir, Qualcomm pun menyarankan agar memilih alternatif frekuensi yang benar-benar tersedia saat ini.
Seperti diketahui, frekuensi 4G untuk LTE yang dinilai industri paling tepat adalah di spektrum 700 MHz. Namun frekuensi itu baru bisa digunakan di 2018 setelah penyedia siaran televisi analog free-to-air rampung bermigrasi ke kanal digital di akhir 2017.
Sementara rencana untuk memanfaatkan lebar pita 20 MHz di spektrum 850 MHz dengan cara mengkonsolidasikan empat operator berbasis CDMA di rentang frekuensi itu juga dinilai tak gampang. Karena untuk menjadikannya satu entitas, keempat operator itu harus mengembalikan terlebih dulu spektrumnya kepada pemerintah.
"Jadi tidak akan mudah. Apa mungkin Telkom Flexi, Bakrie Telecom, Indosat StarOne, dan Mobile-8 Fren mau mematikan dulu jaringannya? Bagaimana nasib pelanggan di situ? Secara ide itu bagus dan memungkinkan, namun implementasinya tak akan semudah yang kita bayangkan. Dan pemerintah musti ikut terjun langsung mengurusi masalah ini," jelas Ben.
Alhasil, Qualcomm pun menyarankan agar 4G LTE jika benar-benar dibutuhkan ditempatkan di spektrum 2,3 GHz, frekuensi yang saat ini digunakan untuk Broadband Wireless Access (BWA). Dari total 90 MHz, baru 30 MHz yang digunakan untuk BWA. Artinya masih ada 60 MHz yang tersisa untuk LTE.
"Menurut kami, 2,3 GHz itu yang terbaik untuk LTE. Ekosistemnya sudah ada, di Malaysia, Australia, India, China, dan negara lainnya. Jadi Indonesia tidak sendirian untuk minta ke OEM/ODM untuk manufaktur LTE," pungkas Ben.
( rou / ash )
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!