e-Commerce, 'Bayi Sehat' dengan Omzet Triliunan Rupiah

Seperti bayi yang baru lahir, industri e-commerce di Indonesia memang sedang lucu-lucunya. Baru belajar merangkak saja nilai bisnisnya sudah puluhan triliun rupiah. Bisa dibayangkan, bagaimana kalau sudah besar nanti.

Dari data yang dirilis Kementerian Komunikasi dan Informatika, pasar e-commerce di Indonesia pada tahun 2013 ini diperkirakan mencapai Rp 130 triliun, tumbuh hampir dua kali lipat dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp 69 triliun.


Frost & Sullivan dalam riset Indonesia Telecom Outlook Indonesia–Go Online 2012, pendapatan transaksi e-commerce di Indonesia disebutkan mencapai USD 120 juta pada 2010 dan akan meningkat jadi USD 650 juta pada 2015.


Sementara riset Veritrans memperkiraan pangsa pasar e-commerce berdasarkan laporan publik dan pelanggan adalah USD 0,6 miliar hingga USD 1,2 miliar. Dan pengeluaran e-commerce rata-rata per tahun adalah USD 256 dan baru 6,5% dari pengguna internet yang bertransaksi online.


Dengan jumlah pengguna internet baru 63 juta dan diprediksi oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menjadi 82 juta di akhir 2013, bisnis e-commerce di Indonesia bisa saja tumbuh berlipat ganda di tahun-tahun mendatang.


Secara teori tertulis, bisnis ini memang menggiurkan. Maka tak heran dalam beberapa tahun terakhir, menjamurlah para pemain baru dalam industri e-commerce ini. Sebut saja Tokobagus, Multiply, Blibli, Lazada Indonesia, Tokone, Blandja, Berniaga dan lainnya.


Namun pada praktiknya, seleksi alam juga yang menentukan. Multiply, misalnya. Sudah bela-belain pindah kantor dari Amerika Serikat ke Indonesia, perusahaan yang dulunya dikenal sebagai penyedia layanan blog ini malah gulung tikar. Pemodalnya, Naspers dalam Myriad International Holdings (MIH), tak percaya Multiply mampu bersaing.


"Multiply diperkirakan tidak akan bisa mencapai posisi terdepan di industri e-commerce dengan model bisnis yang berkesinambungan," demikian pernyataan Multiply saat mengumumkan penutupan layanan.


Naspers alias MIH sendiri pada akhirnya memilih untuk mengalokasikan investasinya ke anak usaha lain yang juga berbisnis e-commerce, Tokobagus.com. MIH sendiri masih melihat potensi dalam industri e-commerce di Indonesia, dengan memilih model bisnis iklan baris.


Pemain Baru


Mati satu tumbuh seribu. Setelah Multiply tutup, tak lama kemudian bermunculan 'bayi-bayi' baru yang mencoba peruntungan di lahan basah e-commerce. Sebut saja, Zalora Indonesia, Berrybenka, PinkEmma, Bilna, Plasa, Reebonz, LivingSocial, FoodPanda, dan satu lagi Jogglo.


Nah, kehadiran Jogglo ini cukup unik. Karena belum lama muncul, namanya langsung cepat dikenal publik di internet. Dari pantauan Alexa, situs ini cepat melesat. Apa strateginya? Dan bagaimana visi misi dari sang pencetus agar situs e-commerce ini tidak cuma 'numpang lewat'.


Setelah berkorespondensi dengan tim Jogglo.com, akhirnya jawaban tentang pertanyaan seputar strategi pasar yang coba dimenangkan anak baru di e-commerce ini berhasil didapatkan. Simak perbincangan detikINET dengan Widodo Dorojatun, founder dari Jogglo.com, di artikel berikut ini.