Modem IM2 (detikINET)
Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Golkar Tantowi Yahya menilai tuduhan menyebabkan kerugian negara dalam kerja sama Indosat dengan anak usahanya, Indosat Mega Media (IM2) merupakan bentuk penzoliman yang dilakukan Kejaksaan Agung terhadap industri telekomunikasi yang merupakan usaha pelayanan publik.
"Apa yang terjadi di kasus IM2 semakin menunjukkan kepada kita secara gamblang bahwa ada yang salah dalam sistem peradilan dan hukum di Indonesia," kata Tantowi saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi I di Gedung DPR, Selasa (22/1/2013).
"Apa yang dilakukan oleh Kejagung merupakan bentuk penzoliman terhadap suatu usaha yang bersifat pelayanan publik," imbuhnya.
Menurut Tantowi, kasus IM2 merupakan bentuk kriminalisasi penegak hukum di industri telekomunikasi khususnya internet. "Bagi saya, kriminalisasi adalah bentuk dari sebuah kejahatan dan ini harus kita lawan," tegasnya.
Tantowi meyakini bahwa Kejagung sudah mendalami dan menelaah kasus ini serta sudah bisa menilai bahwa tidak ada pelanggaran hukum yang terjadi, namun kasus ini masih dipaksakan untuk terus berlanjut.
"Keputusan itu sangat melecehkan sistem pemerintahan saat ini, Kementerian Kominfo sebagai regulator sudah tidak dianggap sama sekali. Teori-teori yang sudah diberikan diabaikan dan justru mempermalukan muka peradilan," papar anggota DPR dari Fraksi Golkar tersebut.
Tantowi menduga, terus bergulirnya kasus ini karena sudah tidak murni lagi dan adanya tekanan yang sangat kuat, khususnya tekanan politik. "Kasihan hakimnya yang tidak tahu apa-apa mendapatkan pekerjaan besar," lanjutnya.
Senada dengan Tantowi, anggota Komisi I dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Tjahjo Kumolo juga beranggapan adanya kepentingan besar di balik kasus IM2.
Bahkan Sekjen PDIP tersebut mengusulkan pimpinan Komisi I untuk meminta bantuan Badan Intelijen Nasional (BIN) untuk mengungkap siapa dalang di balik kasus IM2.
Tjahyo pun mencemaskan hancurnya nama Indonesia di dunia Internasional jika kasus ini dibawa ke Arbitrase Internasional. Maklum, sebagian besar investasi Indosat dimiliki oleh asing.
Sementara itu Ketua Umum Mastel Setyanto P. Santosa mengatakan kasus itu bisa berdampak pada 200 perusahaan pelayanan jasa Internet. Mereka semua terancam tidak dapat beroperasi.
"Kasus ini menempatkan mereka juga di bawah Undang-Undang dan harus membayar seperti IM2. Kalau itu terjadi bisa terjadi kiamat Internet di Indonesia," ujarnya.
Setyanto menjelaskan dari data yang diperoleh, pendapatan IM2 sebagai Internet Service Provider (ISP) pada 2011 mencapai Rp 300 miliar dengan profit 10%-20% dan aset Rp 800 miliar.
Menurutnya, jika denda untuk membayar BHP Rp 1,3 triliun dikenakan, IM2 akan langsung bangkrut. "Padahal selama ini IM2 adalah salah satu ISP terbesar. ISP-ISP lain mungkin pendapatan masih di bawah Rp 10 miliar," pungkasnya.
Awal Kasus
Seperti diberitakan sebelumnya, Kejagung telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan No.PRINT-04/F.2/Fd.1/01/2012 tertanggal 18 Januari 2012. Dalam surat perintah penyidikan itu disebutkan pula tersangka kasus penyalahgunaan jaringan frekuensi 2,1 Ghz milik Indosat berinisial IA.
Ia diduga melakukan penyalahgunaan jaringan bergerak seluler frekuensi 2,1 GHz/3G milik Indosat yang diakui sebagai produk Indosat Mega Media (IM2). Padahal, IM2 yang dipimpin IA tidak pernah mengikuti seleksi pelelangan pita jaringan bergerak seluler frekuensi 2,1 GHz/3G.
IM2 sendiri menyelenggarakan jaringan itu melalui kerja sama yang dibuat antara Indosat dengan IM2 -- yang notabene adalah anak perusahaan dari Indosat sendiri. Meski demikian, menurut Kejagung, IM2 tetap dianggap telah menyelenggarakan jasa telekomunikasi jaringan bergerak seluler frekuensi 3G tanpa izin pemerintah.
Akibat penyalahgunaan ini, negara diklaim telah dirugikan sekitar Rp 3,8 triliun sejak 24 Oktober 2006. IA pun dikenakan sejumlah pasal tindak pidana korupsi, yakni Pasal 2 dan/atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus ini bermula ketika LSM Konsumen Telekomunikasi Indonesia (KTI) yang dipimpin oleh Denny AK melaporkan dugaan penyalahgunaan jaringan bergerak seluler frekuensi 2,1 GHz/3G yang dilakukan Indosat dan IM2 ke Kejati Jawa Barat. Namun, karena locus delicti-nya tidak hanya di Jawa Barat, penyelidikan kasus ini pun diambilalih oleh Kejagung.
Denny AK sendiri baru saja ditetapkan bersalah dan divonis 1 tahun 4 bulan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas kasus pemerasan terhadap Indosat.
Hakim menyatakan ketua LSM Konsumen Telekomunikasi Indonesia (KTI) tersebut terbukti melanggar pasal 368 ayat 1 KUHP mengenai pemerasan. Sebelumnya Denny dituntut tiga pasal, yaitu, Pasal 369 ayat (1) KUHP dan Pasal 335 ayat (1) KUHP.
Denny terbukti secara sah bersalah atas pemerasan sebesar Rp 30 miliar dengan dalih membicarakan somasi yang dikirimkan ke Indosat.
( ash / fyk )
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!