'Disadap ala Mission Impossible, Operator Takkan Sadar'

Jakarta - Setumpuk dokumen telah diterima oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Dokumen tersebut merupakan laporan investigasi dari lima operator terkait dugaan penyadapan lewat SIM card buatan Gemalto.

"Banyak laporannya. Kita kan harus bikin analisis juga. Tidak menyerahkan 100% ke laporan operator saja," tutur Anggota Komite Regulasi Telekomunikasi BRTI Muhammad Ridwan Effendi akhir pekan lalu kepada detikINET.


Seperti diungkap Edward Snowden, mantan agen National Security Agency (NSA) yang membelot, Indonesia termasuk yang disadap oleh badan intelijen asal Amerika Serikat tersebut. Tak hanya itu, Government Communications Headquarters (GCHQ) dari Inggris juga termasuk di dalam aksi spionase ini.


Pembobolan ini pun diakui oleh Gemalto. Dengan membobol sistem keamanan, maka peretas dapat memantau aktivitas panggilan telepon, pesan singkat, bahkan email para pengguna kartu SIM seluler. Selain kartu SIM untuk telepon seluler, Gemalto juga membuat chip untuk kartu kredit.


Perusahaan Gemalto yang berpusat di Amsterdam, Belanda, secara terbuka mengakui bahwa sistem mereka mungkin telah diretas oleh NSA dan GHCQ. Walau demikian, Chief Executive Gemalto Oliver Piou, mengklaim aksi mata-mata itu berdampak kecil pada privasi miliaran pengguna ponsel di dunia.


BRTI pun segera melakukan rapat pleno setelah menerima dokumen dari Telkomsel, XL Axiata, Indosat, Hutchison 3 Indonesia, dan Sampoerna Telekomunikasi Indonesia. Hampir semuanya mengakui menggunakan Gemalto sebagai pemasok SIM card.


"Tidak ada indikasi penyadapan. Operator yang jelas melakukan prosedur penyadapan yang sah atas perintah APH -- aparat penegak hukum," lanjut Ridwan saat kembali dihubungi detikINET, Selasa (17/3/2015).Next


(rou/ash)