Menurut Yahoo, kebijakan tidak populer itu terpaksa dilakukan agar tetap bisa bersaing dengan pesaing-pesaingnya selama masa transisi. Masa transisi yang dimaksud adalah peralihan dari tren pengguna perangkat desktop PC ke perangkat mobile seperti smartphone dan tablet.
Yahoo selama ini tak mempunyai produk jagoan di Tiongkok. Dan kantornya itu hanya berfungsi sebagai pusat riset dan pengembangan bagi sang raksasa internet, seperti dikutip detikINET dari Cnet, Jumat (20/3/2015).
"Kami secara terus menerus membuat perubahan untuk mengalihkan sumber daya dan untuk menghasilkan kolaborasi dan inovasi yang lebih baik bagi bisnis kami," tulis Yahoo dalam keterangan resminya.
Secara global, Yahoo saat ini mempunyai sekitar 12 ribu karyawan, dan berarti kini berkurang sekitar 2% akibat penutupan kantornya di Tiongkok tersebut.
Penutupan kantor ini kabarnya akibat tekanan dari para investor untuk mengurangi biaya pengeluaran, salah satunya dari Starboard. CEO Yahoo Marissa Mayer dipaksa memangkas pengeluaran hingga USD 500 juta.
Dan sampai saat ini, sedikitnya sudah sekitar 600 orang yang terkena PHK dari Yahoo akibat penutupan kantor, termasuk di Indonesia.
Entah ada kaitannya atau tidak, penutupan kantor Yahoo di Tiongkok ini terjadi sebulan setelah pemerintah Negeri Tirai Bambu mengumumkan aturan baru untuk perusahaan teknologi asing.
Peraturan itu menyatakan bahwa setiap perusahaan teknologi asing harus memberikan source code kepada pemerintah, agar bisa diaudit dan dipasangi 'mata-mata' baik untuk software maupun hardwarenya.
Peraturan ini dikritik keras oleh pemerintah Amerika Serikat dan menyebutnya sebagai hambatan besar bagi persaingan pasar bebas. (asj/ash)