Namun meski kalah, APJII mengaku tak masalah lantaran sejak awal tujuan mereka dalam pengajuan uji materi tersebut adalah untuk revisi Undang-undang.
UU yang dimaksud adalah Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 20/1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Pasal 16 dan Pasal 26 UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi. Dan menurut APJII, UU tersebut saat ini sudah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan akan segera direvisi.
"Target kami sebenarnya kan sejak awal UU PNBP harus diubah, dan terbukti kini sudah masuk Prolegnas," ujar Samuel Pangerapan, Ketua APJII yang ditemui detikINET selepas pembacaan putusan di MK, Kamis (19/3/2015).
Revisi yang dimaksud oleh Semmy -- panggilannya -- agar ada keadilan dalam penerapan PNBP agar sesuai dengan kondisi yang ada saat. "Kami bukan mau membatalkan, tapi ingin ada keadilan," tambahnya.
Ke depan, APJII mengaku akan mengawal pembahasan UU tersebut di DPR. "Ya kami akan kawal dan terus memberi masukan dari kawan-kawan di dunia industri," tegas Semmy.
Ketidakpastian adalah masalah terbesar yang membuat APJII mempermasalahkan UU tersebut. Menurut Semmy, ketidakpastian itu maksudnya cara penghitungan PNPB yang terus berubah tiap tahunnya.
Cara pemerintah untuk meningkatkan pendapatan dari industri telekomunikasi seharusnya bukan dengan mengubah cara penghitungannya setiap tahun, melainkan dengan mengembangkan industri telekomunikasi.
"Saat ini jumlah PNBP dari industri telekomunikasi kan baru ketiga terbesar, seharusnya pemerintah mengembangkan industri ini agar pendapatannya bertambah, bukan dengan mengubah aturan-aturan penghitungannya," tutup Semmy.
(asj/ash)