Walaupun jelang pengumuman tender seluler ini, Menko Perekonomian Hatta Rajasa dan Menneg BUMN Dahlan Iskan sempat terbang ke Myanmar untuk memberikan dukungan terhadap rencana ekspansi Telkom, namun itu dirasa tidak cukup.
"Faktanya, Telkom memang tidak berhasil dalam tender di Myanmar ini. Mungkin perlu evaluasi secara khusus, tidak hanya mencari penyebab kegagalannya," jelas Gatot S Dewa Broto, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo, kepada detikINET, Jumat (13/4/2013).
Yang lebih penting lagi, kata Gatot, adalah mereposisi strategi bisnis internasionalnya Telkom. "Karena tanpa itu kami khawatir kegagalan serupa dapat terulang kembali," imbaunya.
Dalam perebutan lisensi seluler di Myanmar, Telkom kalah dari nama-nama besar seperti Konsorsium Bharti Airtel, Konsorsium Vodafone dan China Mobile, Telenor, SingTel, Axiata, Konsorsium MTN, Bermuda Digicel, France Telecom, Qatar Telecommunications, Millicom International, Viettel Group, dan KDDI Corporation.
Dari informasi yang didapat detikINET, Telkom dikatakan memang kurang mendapat dukungan penuh dari pemerintah Indonesia saat mendekati pemerintah Myanmar jika dibandingkan dengan para peserta tender lainnya.
Tak hanya sekadar membawa menteri, sejumlah peserta lain bahkan ikut membawa serta presidennya sebagai bagian dari tim lobi. Singapura kabarnya juga membawa serta Perdana Menterinya dalam perundingan antarnegara atau government to government (G to G) untuk rencana ekspansi seluler di Myanmar ini.
"Itu sebabnya, kita perlu Indonesia Incorporated untuk tender internasional seperti ini. Singapura tidak akan mau gabung untuk konsorsium dengan Telkom karena jam terbang mereka di pasar internasional lebih tinggi," imbau Ketua Umum Mastel, Setyanto P Santosa.
"Memang tender itu sangat independen dan bebas campur tangan pemerintah. Tetapi fakta di manapun pengaruh kedekatan G to G tidak bisa diremehkan. Ini bukan Kominfo yang tidak aktif, tetapi justru Telkom yang harus aktif mengajak Kominfo, Kementerian Luar Negeri, dan instansi lain terkait," Gatot menambahkan.
Gatot juga menilai, tak ada salahnya Telkom belajar dari sektor migas dan konstruksi saat masuk pasar di Timur Tengah, Afrika Utara, dan beberapa negara Asia Tenggara. Pendekatan seperti di sektor itu diyakini bisa ditiru oleh Telkom untuk langkah ekspansi internasional berikutnya.
"Mereka ini menjalin hubungan dengan memanfaatkan jalur G to G, dan itu secara psikologis cukup berpengaruh untuk mempengeruhi otoritas setempat jika ada tender semacam itu. Bahasa strategi militernya, pengkondisian terhadap target operasi," pungkasnya.
(rou/rns)