Menurut perusahaan keamanan Trend Micro, faktor keamanan dinilai rentan sehingga lembaga ini pun masih enggan menerapkan konsep BYOD. Hal ini pula yang dilakukan oleh lembaga militer Amerika Serikat.
Dikatakan dalam laporannya, lembaga militer belum memiliki perangkat keamanan untuk mengimplementasikan kebijakan BYOD. Jadi dikhawatirkan malah akan menimbulkan kegagalan yang mengakibatkan adanya ancaman keamanan di dunia maya.
J. Nicholas Hoover, Inspektur Jendral lembaga militer AS, dalam laporannya menuliskan, angkatan bersenjata AS begitu bersemangat menuju era BYOD serta menggunakan perangkat mobile pada aktivitas militer.
Namun harus ada kebijakan yang komprehensif untuk melakukan pelatihan penggunaan perangkat dan aplikasi yang sesuai dengan kapasitas di bidang militer.
Hoover juga mengatakan bahwa masih banyak ditemukan pada perangkat mobile karyawan militer yang masih menyimpan data pribadi dan sensitif.
"Beberapa kegagalan akan adanya keamanan data dalam penerapan BYOD seringkali terjadi, namun apabila hal ini diterapkan dalam lembaga militer, adanya kesalahan tidak boleh terjadi atau ditekan seminimal mungkin," kata Trend Micro.
Seperti yang sempat terjadi beberapa waktu lalu, perangkat yang dibeli harus diatur sedemikian rupa sehingga data-data dapat dihapus dari jarak jauh, sesuai regulasi dari Pentagon.
Namun karena mekanisme yang kurang baik, ada dua perangkat yang dicuri di rumah anggota militer yang bekerja sebagai teknisi dan perangkat yang hilang tersebut tidak dapat dikendalikan dari jarak jauh.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan pada angkatan militer menunjukkan bahwa 15 dari 48 perangkat mobile yang diperiksa tidak memiliki password, sehingga dapat berakibat pada kesalahan keamanan data dan mengakibatkan aktivitas berbahaya dalam melakukan tugas militer.
Selain tidak memiliki password, penggunaan smartphone dan tablet juga dinilai kurang sesuai karena berpotensi terhadap bocornya data dan mengundang serangan cyber security.
(ash/rns)