Dikeluhkan Duta Subagio Sarosa, Direktur PT Berca Hardayaperkasa, tingginya interferensi di spektrum 2,3 GHz bahkan sempat membuat puluhan base station (BTS) miliknya tumbang saat menggelar WiMax dengan brand WiGO.
"Setiap tahun kami harus bayar Rp 79 miliar untuk lisensi frekuensi ke Kominfo, sejak dapat lisensi hingga sekarang sudah habis Rp 300 miliar lebih. Tapi frekuensinya masih kotor, sudah puluhan BTS mati," kata Duta.
"Kalau frekuensi ini diibaratkan rumah kontrakan, dan di rumah kontrakan itu suka ada premannya, siapa yang harus mengusirnya? Masak yang sewa rumah. Harusnya yang punya rumah dong," keluhnya pada detikINET di Pontianak, Kamis (11/4/2013).
Jika di spektrum 3G interferensi diakibatkan luberan sinyal CDMA PCS 1900 milik Smart Telecom, sementara di WiMax dikeluhkan lebih sering terganggu interferensi dari perangkat surveillence CCTV dan WiFi yang juga menggunakan frekuensi di 2,3 GHz.
"Harusnya Kementerian Kominfo lebih sering menertibkan perangkat radio ilegal, tak cuma bluetooth yang tidak bersertifikasi, tapi juga CCTV dan WiFi yang tidak certified dan menggunakan frekuensi 2,3 GHz. Ini sangat mengganggu sekali," sesal Said Hafidz, Head of Telematics Regulation Berca.
(rou/ash)