Perusahaan yang tergabung dalam Grup Bakrie itu saat ini sedang dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) untuk melunasi kewajibannya yang mencapai Rp 11 triliun.
Tuntutan PKPU ini muncul setelah salah satu vendor Bakrie Telecom yaitu PT Netwave Multi Media mengajukan permohoan ke pengadilan atas tagihan Rp 4,7 miliar yang belum dibayarkan operator Esia tersebut.
Akhirnya Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengeluarkan putusan pada 10 November, yang memutuskan pemberian PKPU sementara kepada BTEL selama 30 hari sejak tanggal putusan.
Setelah hasil verifikasi PKPU, diketahui total utang Bakrie Telecom mencapai Rp 11,3 triliun. Perseroan juga sudah punya rencana membayar utang-utangnya ini.
Berikut rincian utang Bakrie Telecom setelah hasil verifikasi PKPU per 5 Desember 2014, seperti dikutip dari bahan paparan publik perseroan, Senin (23/2/2015)
- Utang BHP dan USO sebesar Rp 1,2 triliun
- Utang Usaha sebesar Rp 2,4 triliun
- Utang Tower Providers sebesar Rp 1,3 triliun
- Utang Dana Hasil Wesel Senior sebesar Rp 5,4 triliun
- Utang Akibat Derivatif sebesar Rp 185 miliar
- Utang Afiliasi sebesar Rp 73,7 miliar
- Utang Dengan Jaminan sebesar Rp 625 miliar
- Utang Pembiayaan Kendaraan sebesar Rp 2,6 miliar
Bakrie Telecom juga sudah membeberkan cara melunasi utang-utangnya tersebut, yaitu dengan cara dilunasi secara bertahap dalam jangka waktu tertentu hingga diubah menjadi Mandatory Convertible Bond (MCB) yang dapat dikonversikan menjadi saham BTEL pada harga Rp 200 per lembar.
Cara pelunasan seperti ini juga diterapkan pada utang yang diterbitkan anak usahanya, BTEL Pte Ltd, yang menawarkan obligasi US$ 380 juta (Rp 4,1 triliun) di New York.
Bakrie Telecom sudah dituntut ke Pengadilan New York karena beberapa kali gagal bayar pokok dan bunga obligasi. Bakrie Telecom pun berniat merestrukturisasi utang tersebut, tapi tanpa melibatkan pemegang sahamnya alias memakai cara yang 'kreatif'.
(ang/ash)