Namun Chief RA --begitu ia biasa disapa-- tak menutup mata bahwa ada efek yang tidak baik dari Undang-undang ini. Menurutnya, kesalahannya terletak pada penerapan UU ITE.
"Yang salah bukan pasal 27 ayat 3-nya, melainkan adalah penerapan dari pasal 27 ayat 3 tersebut," ungkapnya ke sejumlah korban UU ITE yang hadir dalam acara Dialog Kemerdekaan Berekspresi di Media Sosial Indonesia, Jakarta, Selasa (3/2/2015).
Dan kesalahan penerapan itu membuat timbulnya sejumlah korban dari penerapan UU ITE yang tidak benar. Hingga akhir 2014 kemarin, sudah ada 74 orang yang terjerat 'pasal karet' tersebut.
"Saya turut prihatin atas kejadian yang menimpa teman-teman, terlepas siapa benar siapa salah. Saya melihat UU ITE secara makro, karenanya saya bilang UU ini tidak salah. Namun untuk kasus ini (korban UU ITE-red ), I'm with you. Kalau enggak, saya enggak bakal ada di forum ini," ujar Chief RA.
Menurutnya, masalah ini punya dua solusi. Pertama adalah biarkan apa adanya, namun perlu dibicarakan dengan aparat penegak hukum agar lebih hati-hati dalam menerapkan pasal ini.
Solusi kedua adalah merevisi UU ITE, namun karena ini berkaitan dengan masalah politik, dan harus dibicarakan dengan DPR, maka akan memakan waktu. Namun dalam rapatnya baru-baru ini, Kominfo sudah sepakat dengan anggota Komisi 1 DPR bahwa UU tersebut akan direvisi, meski hanya revisi terbatas.
"Revisi tersebut sudah masuk prioritas di 2015, semoga bisa diselesaikan tahun ini," tutup mantan Komisaris Indosat tersebut.
(asj/rou)