APJII: Mana Langkah Konkretmu, Menkominfo?

Jakarta - Para pebisnis internet (Internet Service Provider/ISP) yang tergabung dalam Asosiasi Penyelenggara Internet Indonesia (APJII) mempertanyakan langkah konkret yang diambil oleh Menkominfo Tifatul Sembiring terkait upaya perlindungan terhadap ISP.

Tuntutan ini diharapkan segera terjawab karena saat ini ISP anggota APJII yang memiliki lisensi resmi, aktif membayar pajak, membayar PNBP berupa BHP/USO tiba-tiba menjadi ilegal menjalankan praktik usahanya.


Situasi yang dihadapi para ISP ini sebagai dampak hasil sidang Tipikor yang memvonis IM2 dan mantan Dirutnya, Indar Atmanto karena kerjasama antara IM2-Indosat. Indar dihukum 4 tahun, denda Rp 200 juta, dan uang pengganti Rp 1,3 trilliun terhadap IM2.


Dijelaskan APJII, pola kerjasama yang berjalan selama ini bahwa setiap perusahaan jasa jaringan (operator jaringan) dalam menjalankan usahanya ke masyarakat akan bekerjasama dengan perusahaan jasa internet (ISP).


Namun, kerjasama IM2-Indosat berbuah vonis pahit. Dengan vonis disalahkannya kerjasama IM2-Indosat itu, maka secara tidak langsung semua ISP dan perusahaan operator jaringan dalam melaksanakan bisnisnya juga dianggap ilegal.


Permintaan agar Menkominfo memberikan perlindungan pada APJII itu disampaikan oleh Ketua Dewan Penasehat APJII Sylvia W Sumarlin dan Sekjen Sapto Anggoro.


"Menteri Tifatul Sembiring bertanggungjawab atas runyamnya situasi saat ini. Menkominfo harus memberikan perlindungan kepada seluruh anggota ISP dan NAP atau pemilik lisensi resmi, untuk bisa menjalankan usahanya," kata Sapto.


"Kami harap Menkominfo melindungi ISP yang dalam situasi bingung. Sebab, dengan vonis dari sidang Tipikor kasus kerjasama IM2-Indosat itu, maka kegiatan melayani internet masyarakat, setiap saat bisa dinyatakan ilegal," imbuhnya, dalam keterangan tertulis, Senin (15/7/2013).


Bila dianggap ilegal, maka setiap saat bisa dihentikan oleh kepolisian karena alasan tidak taat hukum. "Kenapa kami minta Kemkominfo, karena hanya Menkominfo yang bisa melakukan ini. Sebagai bisnis khusus, mestinya hukum berlaku lex specialist, dimana yang memeiliki wewenang melanggar atau tidaknya itu di tangan regulator khusus telekomunikasi dalam hal ini Kemkominfo," tegas Sapto.


Selama ini, ISP diklaim APJII sudah bekerja sesuai dengan aturan yang ada, berdasarkan UU Telekomunikasi 36/1999, UU ITE 11/2008, PP No 52/2000, PP 53/2000, dan peraturan menteri terkait.


Secara garis besar, aturan ini menyebutkan bahwa dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi, penyelenggara jasa telekomunikasi menggunakan jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.

Untuk menjadi penyelenggara jasa internet ke masyarakat, ISP tidak cukup berbekal SIUP tapi harus memiliki lisensi resmi dari Kemkominfo yang di dalamnya berisi bermacam kewajiban.


Setiap tahun, para pemilik ISP dan NAP serta jaringan lainnya sudah membayar Biaya Hak Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi (BHP) dan Universal Service Obligation (USO) sebesar 1,75% dari pendapatan kotor.

"Kalau kami sudah memenuhi kewajiban, mendapatkan lisensi dan membayar bermacam-macam kewajiban, tapi tidak mendapatkan perlindungan resmi dari Menkominfo, kami sangat sesalkan," pungkas Sapto.


(ash/fyk)