Surat Menkominfo Pun Tak Cukup Sakti

Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sejatinya sudah coba menjernihkan masalah yang menyeret IM2 dan mantan dirutnya, Indar Atmanto, di kasus penyalahgunaan frekuensi 3G di 2.1 GHz.

Bahkan Menkominfo Tifatul Sembiring sampai melayangkan dua surat yang menjelaskan bahwa tidak ada masalah dalam kerjasama IM2 dan Indosat. Sayang, surat itu tak cukup sakti untuk melepas jeratan hukum yang mengikat Indar dan IM2.


Menurut Kepala Humas dan Pusat Informasi Kementerian Kominfo Gatot S. Dewa Broto, Kementerian Kominfo sejak awal mempunyai pegangan bahwa kasus yang menyeret Indar dan IM2 tidak ada cacat hukum.


"Kebetulan saya orang pertama yang diperiksa di Kejati Jabar pada bulan Oktober 2011, dan sikap awal tetap sama, tidak ada masalah. Setelah itu beberapa pejabat lain dari Kominfo juga diperiksa dengan materi yang sama," kata Gatot kepada detikINET, Selasa (9/7/2013).


Termasuk ketika masalah itu dambil alih Kejagung di awal tahun 2012, sikap Kominfo tetap sama. Bahkan untuk memperjelas sikap itu, dikeluarkan rilis Kominfo pada Januari 2012 dan surat Menkominfo Tifatul Sembiring ke Jaksa Agung Februari dan November 2012.


Tifatul sempat mengilustrasikan Indosat dengan jaringan 3G miliknya bak kapal ekspedisi yang punya izin berlayar. Sedangkan IM2 diibaratkan hanya sebagai penyewa gudang kapal yang memanfaatkan gudang tersebut untuk pengiriman barang.


"Apakah IM2 itu memanfaatkan frekuensi? Secara umum, iya. Tapi tidak punya BTS, tidak punya izin frekuensi. Tapi dia punya izin untuk pakai gudang kapal itu untuk mengirim barang," kata Tifatul


"Itu sah secara pandangan pemerintah. Karena ada masyarakat yang menggugat, silakan saja. Tapi jangan bunuh industri ISP (penyedia jasa internet) ini, karena banyak sekali ISP yang menggunakan model bisnis kerjasama seperti ini, 200 lebih," paparnya.


Menkominfo pun menegaskan, kerjasama semacam ini tidak bisa diartikan sebagai sharing penggunaan frekuensi. Karena di 3G, sifatnya nasional dan bisa timbul interferensi jika dua pihak menggunakan frekuensi yang sama secara bersamaan.


"Belum lagi sejumlah kesaksian dari pejabat-pejabat Kominfo di Tipikor. Semua intinya tidak mempersoalkan kerjasama IM2 dan Indosat," tegas Gatot.


Nah, kini Kominfo sedang berpikir dampaknya terhadap industri telekomunikasi Indonesia. Jika kasus ini suatu hari menjadi putusan inkrah atau putusan tetap, meski masih panjang karena Indosat ingin banding dan seterusnya, maka industri telekomunikasi khususnya yang berbasis layanan data akan sangat terganggu.


"Siapa yang bisa menjamin jika itu nanti inkrah tidak ada orang atau pihak lain yang menggugat kerjasama serupa. Apakah dalam putusan itu ada klausul yang sifatnya khusus bahwa materi hukumnya hanya pada soal itu (kasus IM2-Indosat) saja?" lanjut Gatot.


"Selama tidak ada klausul demikian, jangan harap industri telekomunikasi akan tidur nyenyak. Kominfo menaruh empati pada mereka," ia menandaskan.


Terkait UU Telekomunikasi tahun 36 tahun 1999 yang menjadi payung hukum pun Kominfo tengah kejar target untuk melakukan revisi di beberapa bagian. Hal ini untuk jaga-jaga agar tak ada orang usil yang memanfaatkan momentum ini.


"Bahwasanya ada beberapa yang rentan kami akui, makanya kini kami hati-hati bikin regulasi. Tidak usah jauh-jauh, itu BlackBerry dan OTT (pemain over the top seperti Google dan lainnya) masih bisa 'bergoyang samba' karena memang belum ada aturannya," kata Gatot.


"Ini pil pahit yang harus kita telan bersama," pungkasnya.


Latar Belakang


Seperti diketahui, Indar dinyatakan bersalah dalam pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor). Selain Indar, Majelis Hakim juga menghukum IM2 dengan denda sebesar Rp 1,358 triliun dengan waktu pembayaran satu tahun setelah putusan berkekuatan hukum tetap.


Persidangan dalam perkara pidana no. 01/Pid.Sus/Tpk/2013/PN. Jkt. Pst ini diketuai oleh Antonious Widiantoro, dengan susunan hakim ad hoc yaitu Ugo dan Anwar serta hakim karier Anas Mustaqien dan Aviantara.


Indar Atmanto selaku Dirut IM2 terbukti pada 24 Nopember 2006 menandatangani surat perjanjian kerja sama antara Indosat dan IM2 tentang akses internet melalui jaringan 3G.


Menurut hakim anggota Afiantara, pada kenyataannya perjanjian tersebut memberi fasilitas IM2 berupa frekuensi 2,1 GHz tanpa membayar. Padahal seharusnya, IM2 membayar upfront fee atas penggunaan frekuensi tersebut.


Vonis dijatuhkan karena Indar dinyatakan terbukti menghindari kewajiban membayar up front fee dan BHP frekuensi kepada negara atas penggunaan frekuensi 2,1 GHz atau 3G. Sehingga, merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,358 triliun.


Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan dari kerja sama antara Indosat dan IM2 tidak memperkaya orang-perorang, namun dianggap memperkaya IM2 dan Indosat sehingga, uang pengganti denda dibebankan terhadap IM2.


(ash/tyo)