Menurut praktisi TI Onno W. Purbo, saat ini penggunaan ponsel tak bisa dipungkiri semakin merakyat. Dimana jika dilihat secara umum, Android mendominasi pasar ponsel Tanah Air. Khusus untuk OS robot hijau, Onno pun punya kekhawatirannya.
"Kayanya sekarang mulai didominasi sama Android, sebenarnya kalau gak diijinin instal apps dari unknown source, (Android) agak aman dari serangan trojan dan lainnya. Dan kebetulan default-nya gak diijinin, jadi sisa serangan yang ada paling phising baik pakai SMS atau menipu lewat web," kata Onno.
"Ini agak repot karena banyak user pemula masih gampang ditipu aksi model ini. Terlebih, pengguna pemula kayanya gak aware akan ancaman phising," lanjutnya kepada detikINET, Jumat (2/8/2013).
Alhasil, saat ini butuh kontribusi dari banyak pihak untuk melakukan sosialisasi ke masyarakat agar jangan mengklik sembarangan dan jangan cepat percaya dengan SMS yang agak aneh 'baunya'.
Terkait soal sosialisasi ancaman di perangkat mobile ini, Onno sendiri ikut terjun dalam acara Ngabubur-IT hasil kolaborasi dengan ICT Watch, XL Axiata, serta turut didukung detikINET. Acara ini digelar di 5 kota dengan 5 topik berbeda.
Yakni Internet untuk Perubahan Sosial di Batam (22 Juli 2013), Internet untuk Edukasi Publik di Bandung (25 Juli 2013), Internet untuk Pengembangan UKM di Yogyakarta (28 Juli 2013), Internet untuk Gerakan Informasi Warga di Makassar (30 Juli 2013), dan Internet untuk Pengembangan Komunitas di Surabaya (31 Juli 2013).
Ajang sosialisasi ini memang belum menjamin dapat mengingatkan seluruh pengguna ponsel untuk lebih aware terhadap ancaman yang menghantuinya. Pun demikian, ini salah satu cara yang memang harus dilakukan sebelum banyak korban berjatuhan. "Pengguna ponsel ada sekitar 80 jutaan yang pemula, sementara Ngabubur-IT cuma bisa merangkul 500-1.000 peserta," papar mantan dosen ITB ini.
Sementara menurut Rita Nurtika, Country Sales Manager Norton Indonesia, pertumbuhan penjualan perangkat mobile melonjak 44% pada tahun lalu secara global. Ini membuktikan gadget dengan mobilitas tinggi ini ramai diserbu konsumen.
"Ada survei juga yang menyebutkan, dua pertiga orang yang memakai internet itu sudah secara mobile. Mereka sudah tidak internetan di komputer desktop lagi, tapi di Android, iOS, dan perangkat mobile lainnya," kata Rita.
Hanya saja, lanjut Rita, hal ini diiringi pula dengan ancaman yang menghantuinya. Mulai dari serbuan virus, phising alias pencurian informasi, dan berbagai aksi kejahatan cyber kian mengintai perangkat mobile. Menurut Norton, pada tahun 2012 saja ada kenaikan mobile malware sebesar 58% secara global.
Jadi dengan popularitas ponsel, tablet PC, dan berbagai perangkat mobile lainnya yang semakin merakyat, tentu turut pula mengatrol serbuan cybercrime ke gadget tersebut. Termasuk kebiasaan buruk yang bisa dilakukan pengguna.
"Karena saking mudahnya, semua perangkat mobile itu sering dibawa ke manapun. Berbeda dengan PC yang cuma ditaruh di rumah, jadi ancaman hilangnya itu lebih tinggi. Kalau sudah hilang, pihak ketiga bisa membuka data sensitif di perangkat tersebut, jadinya cybercrime," kata Rita.
Hal sepele lainnya tapi juga berisiko adalah kebiasaan membuka pesan broadcast yang tidak jelas. Biasanya pada pesan berantai tersebut terdapat link yang bikin penasaran. Padahal jika pengguna asal klik dan ternyata itu mengarah ke situs jahat akan mempengaruhi kinerja dari perangkat mobile itu sendiri.
Meski ancaman cyber di perangkat mobile kian nyata, ironisnya pengguna masih belum aware akan isu ini. Sehingga sikap untuk membentengi gadget kesayangannya kerap dilupakan. Padahal jika ada aplikasi mobile security di ponsel atau tablet PC-nya, ketika ada link ke situs jahat maka bisa langsung terdeteksi. Termasuk saat fitur 'anti maling' diperlukan untuk menemukan perangkat yang hilang.
(ash/fyk)