Sebut saja Luigi Auriemma (32 tahun) dan Donato Ferrante (28 tahun). Menurut laporan The New York Times, keduanya menjalankan sebuah perusahaan yang memang secara spesifik menjual data ke negara-negara tertentu.
Data tersebut adalah vulnerabilities sistem yang dipakai suatu negara. Para hacker mengklaim data tersebut masih 'segar' dan belum ditambal, sehingga para calon pembeli bisa menggunakannya untuk menyusup.
Penjualan data seperti itu sejatinya sudah berlangsung cukup lama. Beberapa tahun Auriemma dan Ferrante juga pernah menjual detail kelemahan sistem Apple dan Microsoft.
Seperti dikutip detikINET dari Business Week, Senin (15/7/2013), Amerika Serikat disebut-sebut sebagai negara yang paling sering membeli data dari kedua hacker tersebu, terutama yang terkait negara pesaingnya.
Kemudian selain Negeri Paman Sam negara seperti Israel, Inggris, Rusia, India dan Brasil juga diklaim rela menggelontorkan dana besar demi mengetahui celah negara yang mereka incar.
"Pemerintah sudah mulai berfikir: Cara terbaik melindungi negara saya adalah dengan mengetahui kelemahan di negara lain," kata Howard Schmidt, mantan koordinator Cyber Security White House.
(eno/ash)