Gagal Migrasi, Axis: Batalkan Saja Tata Ulang 3G!

Jakarta - Axis Telekom Indonesia mengaku dilematis pasca kegagalan migrasi 3G di sebagian besar wilayah Indonesia. Bahkan sang operator sempat terbersit niat untuk mendesak pemerintah membatalkan saja rencana penataan ulang 3G ini.

Deden Mahdi, GM Technology Strategy Axis, mengaku dihadapkan pada pilihan yang sulit. Di satu sisi, pihaknya ingin comply dengan jadwal migrasi 3G seperti yang telah ditetapkan pemerintah.


"Namun di sisi lain, kami juga harus melayani 17 juta pelanggan kami dengan baik. Ini yang membuat dilematis, dan pada akhirnya kami memutuskan untuk roll back," lirihnya tadi malam, di Hotel JW Marriot, Jakarta, Rabu (24/7/2013).


Axis yang harus bergeser dari blok 2 dan 3 ke blok 11 dan 12 di pita 2,1 GHz, terpaksa membatalkan migrasi kanalnya dan kembali ke blok yang lama karena di kedua blok yang baru masih ada interferensi sinyal yang kuat dengan PCS 1900 MHz milik Smart Telecom.


Menurut Rodrigo Araujo, GM Technology Planning Axis, hanya Indonesia saja yang menganut dua paham teknologi berbeda di rentang spektrum frekuensi yang bersinggungan. Di negara manapun, kata dia, UMTS 3G memang tidak bisa "akur" dengan teknologi PCS CDMA.


"PCS itu kan standar teknologinya Amerika, sedangkan UMTS itu standar Eropa. Biasanya, UMTS yang dimenangkan karena lebih dominan. Kondisi seperti ini pernah terjadi di India, akhirnya di-recall, kebijakannya dibatalkan. Saya yakin kebijakan di Indonesia mengikuti standar UMTS," paparnya.


Kalaupun tetap dipaksakan bersanding, maka harus ada pembatas frekuensi yang cukup lebar jaraknya. "Untuk guardband idealnya perlu 10 MHz, dan yang kasih guardband harus dari pihak yang menyebabkan interferensi," kata Rodrigo.


Sementara, Smart di 1.900 MHz hanya punya 5 kanal masing-masing 1,25 MHz. Artinya, total kanal frekuensi yang dimiliki Smart pun tak mencukupi untuk dijadikan pita pembatas agar sinyal sinyal uplink milik Axis, dan downlink milik Smart tidak tabrakan. "Ya pilihannya ada dua, kalau tidak bisa kasih guardband 10 MHz, mungkin sebaiknya dibatalkan saja," sesalnya.


Deden pun menambahkan, Kementerian Kominfo dalam menyikapi kasus kegagalan migrasi 3G ini harus tegas. Pun begitu juga dengan Smart tentang masalah guardband. "Tolong kita semua hargai schedule dari penataan ini sesuai Peraturan Menkominfo No. 19 tahun 2013, agar fair equal treatment," desaknya.


Ia juga sempat mengeluhkan penyelesaian yang lambat dari Kominfo setelah melaporkan temuan bahaya interferensi. "Sesuai dengan aturan di PM itu, seharusnya Kominfo langsung merespons penyelesaian paling lambat tujuh hari, tapi kenyataannya sampai tujuh minggu. Melihat progress-nya, kami takut tidak bisa penuhi time schedule."


(rou/rou)