Luhut Pangaribuan, Penasehat Hukum Indar Atmanto dan Indosat menyatakan Majelis Hakim dalam pertimbangan putusannya sama sekali tidak merujuk pada alat bukti yang telah sah dan meyakinkan dihadirkan pada persidangan.
Kemudian, dakwaan pokok mengenai ada atau tidaknya penggunaan bersama yang kemudian beralih menjadi penggunaan frekuensi telah secara jelas tidak terbukti berdasarkan keterangan saksi-saksi dan ahli baik yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum maupun yang diajukan oleh terdakwa sendiri.
"Selain itu saksi-saksi dari Menkominfo yang berjumlah lima orang, dan bahkan Menkominfo melalui dua suratnya telah menyatakan tidak ada penggunaan bersama dan apalagi penggunaan frekuensi adalah Menkominfo," ujarnya.
Dia menambahkan, Majelis Hakim dalam memutus perkara juga tidak membaca dengan cermat alat-alat bukti yang dihadirkan dalam persidangan, bahkan tidak memperhatikan keberlakuan nilai-nilai, norma-norma dan praktek yang berlaku di bidang telekomunikasi.
"Terdakwa Indar Atmanto, sama sekali tidak memiliki kapasitas untuk menggunakan frekuensi oleh karena yang diperbuatnya adalah menandatangani perjanjian kerjasama dengan Indosat untuk menggunakan jaringan bergerak seluler dan bukan frekuensi, lagipula yang dilakukannya adalah dalam menjalankan tugasnya sebagai anggota direksi, dengan demikian perbuatan tersebut adalah perbuatan korporasi dan bukan perbuatan terdakwa pribadi," sesal Luhut.
"Atas putusan ini, sikap terdakwa telah jelas, akan terus berjuang untuk menegakkan haknya dan selanjutnya membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah, segala upaya hukum akan ditempuh baik pada tingkat banding ataupun kasasi," tegasnya.
Selain menjatuhkan vonis kepada Indar Atmanto, mantan Direktur Utama Indosat Mega Media (IM2), Majelis Hakim juga menjatuhi hukuman denda kepada IM2 sebesar Rp 1,3 triliun terkait kasus penyalahgunaan frekuensi 3G di 2,1 GHz.
(rou/ash)