Pemerintah AS melalui US Trade Representative (USTR) mengatakan kalau mereka tengah coba mendiskusikan soal TDKN itu dengan pemerintah Indonesia dengan harapan dapat diperlunak. Isu ini juga rencananya akan dibawa ke forum multinasional.
Regulasi TDKN tersebut rencananya akan diimplementasikan penuh di Indonesia mulai awal Januari 2017. USTR menilai kebijakan itu akan meningkatkan ongkos perusahaan dan selain itu, membatasi akses terhadap teknologi.
"AS turut memperhatikan isu itu dan dengan kuat mendukung untuk memastikan teknologi informasi dan komunikasi, yang bisa berperan penting dalam perkembangan ekonomi, tersedia secara terbuka di Indonesia," kata juru bicara USTR.
Seperti dikutip detikINET dari Reuters, Selasa (24/2/2015), lembaga American Chamber of Commerce (AmCham) telah menulis surat pada Menkominfo Rudiantara pada 12 Februari lalu mengenai TDKN.
"Kami khawatir kalau pendekatan yang diambil dalam draft regulasi ini bisa membatasi akses pada teknologi baru, meningkatkan ongkos ICT untuk perusahaan Indonesia, meningkatkan pasar gelap ponsel, dan juga membawa konsekuensi lain," tulis AmCham dalam surat itu.
"Satu hal yang besar yang diperhatikan banyak perusahaan, dan bukan hanya perusahaan Amerika, adalah Indonesia kekurangan rantai suplai untuk memproduksi ponsel kualitas tinggi," ucap Lin Neumann, kepala AmCham Indonesia,
Surat pada Menkominfo itu juga memperingatkan kalau aturan TDKN bisa bertentangan dengan hukum internasional di bawah naungan World Trade Organisation (WTO).
"Kebijakan untuk memaksa lokalisasi aktivitas manufaktur bisa memiliki implikasi soal kewajiban Indonesia pada WTO," tulis surat AmCham.
Aturan TDKN itu rencananya akan difinalisasi Menkominfo pada Maret mendatang. Menurut Rudiantara beberapa waktu lalu, regulasi TDKN akan membuat Indonesia mendapat bagian lebih besar dari nilai penjualan tahunan smartphone sebesar USD 4 miliar. Jadi bukan hanya sebagai pasar saja.
(fyk/asj)