MIAP: Tiap Software Bajakan Terkandung 2.000 Malware




Ilustrasi (Ist.)


Jakarta - Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) mengungkapkan setidaknya terdapat 1.900-2.000 malware (program jahat) yang terdapat dalam sebuah piranti lunak komputer dengan sistem operasi dan program keamanan bajakan.

Hal itu merujuk pada hasil studi forensik komputer di lima negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia di awal tahun 2013 oleh para ahli forensik komputer. Dari sample 216 komputer yang dibeli di beberapa toko berbeda di lima negara tersebut, sebanyak 100 komputer dibeli di Indonesia.


"Dari hasil forensiknya, sebanyak 59,06% mengandung malware, oleh karena terinstal software palsu. Ini sangat mengkhawatirkan," tegas Justisiari P. Kusumah, Sekretaris Jenderal MIAP di sela-sela peluncuran Program 'Be Safe With Genuine' di Jakarta, Kamis (14/3/2013).


Menurut dia, ribuan malware tersebut terdiri dari beragam spyware, yang secara otomatis akan mencuri data pribadi setiap pengguna komputer dengan sistem operasi dan sistem keamanan yang ilegal.


Dia mencontohkan, ketika konsumen melakukan transaksi online banking dengan komputer atau laptop yang disupport software bajakan, spyware akan mencuri data pribadi mulai dari password, data keuangan, dan lainnya. Kemudian dikirimkan ke si pembuat malware tersebut. Demikian juga dengan data-data kartu kredit.


"Ini sudah terbukti ketika sistem IT salah satu bank besar kita beberapa tahun lalu dicloning. Ini hasil dari serangan spyware," kata Justisiari mengingatkan.


Singkat kata, lanjutnya, serangan malware ini telah mencakup lintas dimensi. Tidak lagi hanya menyangkut pelanggaran hak cipta.


"Contoh sekarang ada software yang bisa mengaktifkan kamera laptop. Ini berbahaya bagi anak-anak muda yang suka download software gratis. Ini berbahaya ketika ada risiko pedofilia misalnya," papar Justisiari.


Maka dari itu, MIAP menghimbau para pelaku bisnis, lembaga negara, hingga kosumen sebagai pengguna akhir harus berhati-hati, aktif, dan secara sadar memperdagangkan, membeli, dan menggunakan komputer yang dioperasikan oleh sistem yang legal dan terproteksi dengan antivirus yang legal, dan terkoneksi dengan jaringan yang legal pula.


Terkait hal itu, Direktur Penyidikan Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kementrian Hukum dan HAM, Mochamad Adri mengatakan, pihaknya terus melakukan penegakan hukum terkait dengan peredaran produk bajakan yang mengkhawatirkan ini.


Dia menyebutkan, pada Februari 2013 lalu, bersama Timnas HKI, pihaknya melakukan sidak di kawasan niaga Glodok, dan berhasil mengamankan produk ilegal sebanyak 14 truk.


"Itu termasuk di dalamnya adalah cakram bajakan baik musik maupun software bajakan. Dan nilai kerugiannya ada yang sebut hingga Rp 21 miliar. Karena 1 truk itu memuat sebanyak 4 ton produk bajakan yang kita sita," ungkap Adri di kesempatan yang sama.


Sementara Dirjen HKI Kementrian Hukum dan HAM, Ahmad M. Ramli mengatakan, melalui program Be Safe With Genuine yang diluncurkan bersama MIAP dan Mabes Polri, adalah upaya mendorong masyarakat untuk tidak membeli barang bajakan.


"Konsumen beli karena ada barang murah, makanya kita akan giat lakukan law envorcement ke produser," kata Ramli.


Dia mengakui, seringkali konsumen tidak menyadari bahwa barang palsu sangat berisiko di kemudian hari. Demikian juga dengan beragam transaksi di toko online. "Padahal toko online itu lebih banyak palsu. 70% obat yang dijual online adalah palsu," pungkasnya.


( ash / rns )


Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!