Tunggu Frekuensi 'Emas', 4G Bisa Bermukim Lebih Dulu di 'Rumah' CDMA




(Ist/ari/detikfoto)


Jakarta - Industri telekomunikasi mendorong empat operator CDMA di frekuensi 800 MHz melakukan konsolidasi sembari menunggu frekuensi 'emas' di 700 MHz terbebas empat tahun lagi untuk mobile broadband 4G Long Term Evolution (LTE).

Frekuensi 800 MHz yang ditempati Telkom (Flexi), Indosat (StarOne), Bakrie Telecom (Esia), Mobile-8 Telecom (Fren), diyakini bisa lebih optimal jika dimanfaatkan untuk 4G. Keempat operator yang masing-masing menguasai 5 MHz itu jika digabung menjadi satu entitas akan memiliki total frekuensi 20 MHz.


"Untuk menyelenggarakan layanan LTE yang optimal diperlukan lebar frekuensi minimal 20 MHz," kata Dirjen Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Kominfo, Muhammad Budi Setiawan, dalam acara 4G: New Tech, New Services, New Needs di Kartika Chandra, Jakarta, Kamis (14/3/2013).


Nah, dari sejumlah alokasi frekuensi yang ada, spektrum yang disepakati paling tepat untuk 4G adalah 700 MHz.


Menurut President Director & CEO PT XL Axiata Tbk, Hasnul Suhami, spektrum 700 MHz merupakan yang paling cocok dengan kondisi geografis Indonesia karena menawarkan kemampuan coverage paling luas jika dihitung dari pemanfaatan base station di setiap jarak 10 km2.


Sementara menurut Presiden Director & CEO PT Indosat Tbk, Alexander Rusli, perangkat 4G LTE yang paling banyak diproduksi saat ini lebih mendukung spektrum 700 MHz. "Sudah ada 284 jenis perangkat LTE yang diproduksi untuk spektrum 700 MHz," katanya.


Masalahnya, frekuensi 700 MHz ini belum available karena masih ditempati oleh layanan TV analog. Itu sebabnya, pemerintah dalam beberapa tahun terakhir gencar mendorong migrasi analog ke layanan TV digital.


"Dari total 328 MHz di 700 MHz, baru di akhir 2017 kita bisa mendapatkan digital divident 112 MHz untuk broadband. Ini golden frekuensi," kata Budi.


Migrasi yang baru rampung empat tahun lagi dari analog ke TV digital dinilai terlampau lama. Maka, industri pun harus mencari alternatif lain jika 4G ingin cepat diimplementasikan, dan salah satu solusinya adalah mendorong operator CDMA untuk melakukan konsolidasi frekuensi.


"Konsolidasi ini dapat meningkatkan efisiensi infrastruktur, mengurangi belanja modal dan biaya operasional operator, namun tetap menjaga kompetisi layanan," kata Budi.


Smartfren Telecom, salah satu operator CDMA di 800 MHz, mengaku tak keberatan dengan rencana konsolidasi. Alasannya, teknologi CDMA saat ini sudah mentok sementara operator CDMA butuh untuk terus meningkatkan kemampuan jaringannya seiring pesatnya kebutuhan akses data.


"Kami berharap pemerintah bisa menjadi mak comblang agar konsolidasi ini bisa berjalan. Kami memang sangat membutuhkan upgrade ke 4G karena teknologi CDMA sudah mentok," kata Chief Technology Officer Smartfren Telecom, Merza Fachys.


Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia Muhammad Ridwan Effendi juga menyambut baik rencana konsolidasi CDMA ini. Menurutnya, keempat operator CDMA ini bisa bersatu menjadi satu entitas sebagai penyedia jaringan 4G dalam skema MNO (mobile network operator).


"Sementara para operator seluler GSM bisa menyewa kepada entitas MNO ini sebagai operator MVNO (mobile virtual network operator). Kami sebenarnya sudah melempar dan memang menunggu agar ada feedback seperti ini," ujarnya.


Seperti diketahui, 4G yang juga disebut LTE menawarkan kecepatan akses hingga 75 Mbps dengan rata-rata kecepatan 10-30 Mbps. Saat ini sudah ada 150 operator di 67 negara yang sudah mengkomersialkan teknologi LTE.


Pemerintah sendiri menargetkan pembahasan regulasi 4G paling cepat pada akhir tahun 2013. Untuk menggodok regulasi 4G, pemerintah harus terlebih dahulu menyelesaikan penambahan blok dan penataan ulang frekuensi 3G.


Direktur of Network Telkomsel Abdus Somad Arief, menuturkan Telkom Group siap saja untuk merealisasikan ide konsolidasi jaringan antar pelaku industri telekomunikasi.


"Selama ini Telkomsel banyak belajar dari pola sharing dengan operator seperti interkoneksi domestik maupun internasional," ujar Abdus.


Ia mengakui kerjasama bisa saja dilakukan dalam industri, infrastruktur dan bisnis yang sama karena masing-masing yang bersinergi dapat memanfaatkan beluang yang sama.


Namun tambah Abdus, dalam melakukan kondolidasi jaringan harus disertai dengan penilaian mendalam dari sisi modal, bentuk bisnis karena perusahaan membawa nilai masing-masing.


Sementara Presdir Indosat Alexander Rusli menuturkan, pihaknya siap menjalankan rencana konsolidasi asal regulasi yang mengaturnya jelas dan tegas.


"Kami tidak ingin lagi menjadi korban, seperti yang kami alami saat ini dimana ada kriminalisasi di indutri telekomunikasi," kata Alex.


( rou / rns )


Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!