Namun tentunya bukan tanpa alasan Olympus membanderol jagoannya ini di harga Rp 19,8 juta. Disampaikan Johnson Sahala selaku Marketing Product Supervisor Olympus, piranti ini merupakan penggabungan dari mirrorless MFT (Micro Four Thirds) dan DSLR.
Hasil 'perkawinan' tersebut salah satunya bisa ditilik dari sisi AF (Auto Focus) dimana kamera ini menggabungkan sistem auto focus phase detection (penting untuk membidik objek bergerak atau moving object) dan contrast detection yang berguna saat pengguna memakai live view. Disebut-sebut, AF di piranti terbaru ini bisa menjalankan fungsinya dengan sangat cepat.
Olympus sendiri melihat terjadi pergeseran di dunia fotografi saat ini. " Fotografer profesional sekarang malas memakai kamera besar karena kini mereka mementingkan kualitas image," tukas Johnson pada acara launching E-M1, di Blue Elephant, Jakarta Pusat.
"Fenomena fotografi sudah berganti. Ini masalah quality," tambahnya. Untuk itulah pihaknya berupaya mengemas kamera dalam ukuran yang ringkas tanpa mengorbankan kualitas meski diakui hal ini bukan urusan mudah. "Mengecilkan kamera lebih mudah daripada membesarkan kamera," urainya.
Dalam kesempatan yang sama, ia sedikit menceritakan proses pembuatan kamera E-M1. Pria yang sudah bekerja di Olympus selama 8 tahun ini mengungkapkan bahwa awalnya sebelum penggarapan, Olympus memiliki dua opsi, apakah membesut E-7 sebagai penerus seri E-5, atau melahirkan kamera E-M1? Dan akhirnya diputuskan untuk memilih opsi kedua.
Sandy Chandra, Marketing Manager Olympus bergantian menjelaskan, "Kamera ini memiliki tugas menyatukan sistem dua lensa, yakni DSLR dan mirrorless". Ini berarti, pemilik lensa-lensa pro dari seri E ataupun lensa dari kamera PEN, masih bisa memanfaatkan lensanya di seri E-M1 dengan bantuan adapter.Next
(sha/ash)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!