Berdasarkan pengamatan BSA, penggunaan software ilegal dalam proses produksi industri tidak menguntungkan. Pertama, software adalah alat produksi. Penggunaan software bajakan akan mempengaruhi produksi dimana kualitas dan penyelesaian produksi tepat waktu menjadi berisiko.
Kedua, penggunaan software bajakan membuka perusahaan ke dalam bahaya keamanan jaringannya, yang dapat mengakibatkan kerugian dari pencurian HKI perusahaan sendiri.
Dari studi yang dilakukan Microsoft tahun 2013 di lima negara Asia Tenggara 60% dari hard disk drive (HDD) di dalam 216 komputer yang dibeli secara acak, termasuk 100 unit yang dibeli di Indonesia, sudah dicemari oleh ratusan malware (program jahat). Sedangkan 100% dari sampel DVD berisi software bajakan yang dijual secara bebas telah terinfeksi oleh malware.
Program jahat yang menyusup lewat software bajakan, yang di-download secara ilegal itu, bisa mencuri data pengguna komputer, membebani kapasitas komputer sehingga sering mati (hang) dan akhirnya bisa mengganggu kinerja mesin produksi. Lagi-lagi, perusahaan pelanggar itu sendiri yang akan merugi nantinya.
Dalam razia yang dilakukan BSA The Software Alliance dan pihak Kepolisian RI selama Februari-September 2013, tercatat barang bukti sitaan software ilegal bernilai USD 1,5 juta atau setara Rp 16,6 miliar.
Penggunaan software ilegal itu pun sudah meluas di berbagai bidang industri manufaktur dan jasa, mulai dari memproduksi suku cadang otomotif, produk elektronik, tekstil dan garmen, insulasi plastik, lampu dan cermin hingga pengelolaan air limbah. Ada pula lembaga keuangan seperti Bank Perkreditan Rakyat, restoran siap saji, percetakan digital, hingga kontrator PLN. Next
(ash/fyk)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!