"Dengan mengucap syukur, kewajiban yang sangat besar nilainya ini tetap bisa dipenuhi walaupun kondisi keuangan perusahaan cukup ketat," ucap Merza Fachys, Direktur Smartfren Telecom, dalam email yang diterima detikINET, Minggu (15/12/2013).
Pelunasan hutang ini, kata Merza, merupakan komitmen Smartfren memenuhi kewajiban sebagai operator telekomunikasi nasional dan sebagai bentuk kepatuhan atas regulasi yang telah ditetapkan pemerintah sebelum batas waktu yang ditentukan.
Penuntasan kewajiban BHP frekuensi juga akan mempermudah Smartfren untuk melayani pelanggannya. Saat ini total jumlah pelanggan Smartfren hingga kuartal ketiga 2013 telah mencapai 12,5 juta pelanggan, dan 5,5 juta diantaranya merupakan pelanggan data.
Sementara pembangunan Base Transceiver Station (BTS) Smartfren tersebar di Jawa, Bali, Sumatera, dan kota besar di Sulawesi. Sepanjang 2013 Smartfren juga memperluas area pelayanannya dengan membuka galeri Smartfren baru di Lombok, Pematang Siantar, Pontianak, Jambi, Manado, Padang, Bangka Belitung, Aceh, Batam, Pekanbaru, Banjarmasin, dan Samarinda. Total galeri yang dimiliki Smartfren telah mencapai 185.
Seperti diketahui, masalah BHP frekuensi Smartfren bermula ketika pemerintah meminta operator tersebut untuk membayar dengan nilai yang sama dengan operator 3G. Namun, Smartfren menolak dan diminta disamakan dengan operator berbasis CDMA lainnya.
Perseteruan yang dimulai sejak 2006 itu sampai ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada 2011, dan akhirnya diputuskan bahwa Smartfren (saat itu masih Smart Telecom) akan menggunakan perhitungan BHP untuk CDMA, bukan 3G seperti yang sejak semula dituntut Kementerian Kominfo.Next
(rou/rou)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!