Bos Citrix Bicara Kunci Sukses Cloud

Jakarta - Banyak perusahaan telah mengadopsi teknologi cloud untuk mengotomatisasi berbagai fungsi TI, baik itu publik, swasta atau hybrid. Menurut Gartner, pengeluaran perusahaan untuk jasa publik cloud di Asia Pasifik mencapai USD 7,4 miliar pada 2015 ini, meningkat 14,2% dibandingkan tahun sebelumnya.

Para CIO juga diprediksi akan pindah ke cloud hybrid tahun ini, dan dalam perjalanannya akan menemui berbagai kekurangan dalam manajemen pelayanan.

Tetapi apakah perpindahan ke cloud ini menyederhanakan cara organisasi menggelar aplikasi bagi para penggunanya?


"Anda mungkin berpikir jawabannya adalah ya. Kalau tidak, kenapa menggunakan cloud? Namun banyak yang akan setuju bahwa jawabannya tidak sesederhana itu," kata Mark Micallef, Area Vice President Citrix ASEAN dalam emailnya kepada detikINET, Senin (23/3/2015).


Cloud dianggap mampu meningkatkan efisiensi dalam beberapa hal, terutama dalam pengelolaan infrastruktur, tetapi memiliki potensi untuk menambah kerumitan di sisi lain, seperti pengelolaan data, sumber daya dan aplikasi yang tersebar di beberapa cloud.


Banyak organisasi tidak bergantung hanya pada satu penyedia atau metode penggelaran cloud. Kurangnya standarisasi dengan berbagai platform dan metode penggelaran cloud membuatnya lebih kompleks untuk mengelola aplikasi bisnis yang dirilis untuk mengubah perpaduan dari pusat data internal, cloud publik, cloud swasta dan cloud hybrid.


Menurut Micallef, cloud memainkan peran sentral dalam infrastruktur TI organisasi. Itu sebabnya, banyak organisasi mulai menyadari dan menghargai pentingnya bisnis yang berpusat pada konsumen (customer-centric business).


Lebih lanjut dikatakan, Service Lifecycle Management (SLM) adalah strategi bisnis yang mendorong organisasi layanan untuk secara proaktif mencermati peluang layanan sebagai sebuah siklus hidup -- bukan sebagai rangkaian tersendiri dari kemampuan-kemampuan diskrit -- seperti penyediaan desktop virtual dan jaringan cloud. Next


(rou/rou)