Penetrasi pengguna internet di Indonesia yang tumbuh sekitar 6% di tahun 2014 lalu nyatanya turut mempengaruhi gaya bertransaksi masyarakat. Dari data yang dipaparkan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), jual beli online tumbuh 11% dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai angka 5%.
Dari hasil survei yang dilakukan oleh APJII bersama dengan Puskakom Universitas Indonesia, jumlah pengguna internet Indonesia telah menembus angka 88,1 juta atau dengan kata lain mengalami penetrasi 34,9% dari total penduduk Indonesia. Dari 88,1 juta itu tadi, 27%-nya menggunakan internet untuk jual beli online.
"Ini menunjukkan tingkat kepercayaan bertransaksi online semakin baik," ujar Ketua Umum APJII Semuel A. Pangerapan di kantor APJII, Gedung Cyber, Jakarta, Kamis (26/3/2015). APJII pun mencatat sedikitnya telah terjadi transaksi jual beli online sebesar USD 12 miliar di tahun 2014.
Pertumbuhan itu, menurut Sammy demikian ia biasa disapa -- dipicu oleh maraknya promosi yang dilakukan -- termasuk iklan yang jor-joran di televisi. Sayangnya, dari 27% tadi hanya 0,01% yang bertransaksi (memesan sampai melakukan pembayaran) melalui situs e-commerce.
Itu artinya hanya sedikit dari masyarakat yang melakukan pembayaran melalui payment gateway situs yang dipilihnya. Selain soal faktor kepercayaan, hal ini karena jumlah pengguna kartu kredit di Indonesia masih kecil, sekitar 15 juta.
"Belanjanya memang secara online, cuma untuk pembayaran mereka lebih menggunakan metode transfer melalui ATM atau COD. Maka dari itu, kami masih mencari metode pembayaran yang tepat dan cocok dengan perilaku masyarakat Indonesia," tambah Sammy.
Seperti yang diketahui, Indonesia memiliki banyak sekali penyedia metode pembayaran. "Penyedianya boleh banyak, tapi payment gateway-nya harus single. Terus apa manfaatnya? Pertama, selain bisa dilakukan pendataan transaksi dengan mudah, hal ini juga dapat meningkatkan transaksi secara online," pungkasnya.
(ash/ash)