Sudah Jerat 30 'Korban', UU ITE Didesak untuk Direvisi

Jakarta - Hanya dalam kurun waktu tak lebih dari 6 tahun sejak diundangkan pada 2008, Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah digunakan untuk menjerat dan/atau membungkam lebih dari 30 orang yang melakukan aktifitas kebebasan berekspresi dan/atau berbeda pendapat di ranah internet.

Pasal 27 ayat 3 UU ITE, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 6 tahun adalah pasal 'melankolis'. “Pasal tersebut adalah fasilitas yang disediakan negara bagi mereka yang melankolis dan ingin memanjakan egonya,” ujar Donny B.U., Direktur Eksekutif ICT Watch.


Yang terjadi di lapangan, justru pasal tersebut berulang kali digunakan oleh mereka yang memiliki kekuasaan untuk menekan pihak lain yang tak sepaham.


“Hal ini dapat menyebabkan chilling effect, yaitu kekhawatiran untuk berekspresi dan/atau berbeda pendapat di internet karena adanya ancaman sanksi legal dari negara,” tambah Donny, dalam keterangannya, Rabu (5/2/2014).


Padahal menurutnya, kebebasan berekspresi dan berpendapat, telah diatur dan dilindungi antara lain oleh pasal 28F UUD 1945 (amandemen ke-2), pasal 19 dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (PBB) dan pasal 19 dari Kesepakatan Internasional tentang Hak-hak Sipil (PBB)2.


“Dapat dikatakan bahwa pasal 27 ayat 3 UU ITE sejatinya berseberangan dengan semangat yang diusung oleh konstitusi negara Republik Indonesia, dan tak sejalan dengan deklarasi universal serta kesepakatan internasional,” tegas Donny, di sela-sela sidang pengadilan kasus 'Benhan vs Misbakhun' di PN Jakarta Selatan, Rabu (5/2/2014).


Pengenaan pasal tentang pencemaran nama baik di ranah internet kepada Benhan dan 30-an orang lainnya di Indonesia pun dianggap sebagai contoh jelas tentang bagaimana menghambat akses dan/atau distribusi informasi secara signifikan lantaran chilling effect.Next


(ash/fyk)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!