Head of Corporate Communications Axis Anita Avianty mengakui jika Axis telah menerima surat yang ditandatangani oleh Dirjen SDPPI Kementerian Kominfo M. Budi Setiawan.
"Kalimat pertama yang ada dalam surat tersebut adalah 'Merujuk pada surat Saudara nomor sekian tanggal 29 Juli perihal perkembangan Proses Migrasi pita 2.1 GHz pd PT Axis Telekom Indonesia (Axis) bersama ini disampaikan tanggapan atas surat dimaksud," kata Anita, kepada detikINET, Senin (2/9/2013).
"Nah, jadi kami melihat bahwa surat tersebut adalah tanggapan untuk surat yang pernah dikirimkan manajemen Axis sebelumnya -- Ini perlu saya klarifikasi. Jadi mengenai anggapan bahwa Axis telat/lamban/gagal dalam migrasi, itu sama sekali tidak benar," tegasnya.
Anita menyatakan, Axis sangat mendukung inisiatif tata ulang spektrum 2.1 GHz. Untuk memenuhi jadwal migrasi seperti yang dituangkan dalam lampiran PM 19/2013, Axis sudah coba melakukan migrasi di seluruh jaringannya sebelum deadline pada 20 Juli.
"Namun lebih dari 40% jaringan Axis terkena dampak interferensi yang berbahaya sehingga pelanggan sama sekali tidak bisa melakukan panggilan apalagi menggunakan layanan data," lanjut Anita.
"Untuk memastikan keberhasilan layanan kepada pelanggan, Axis terpaksa harus mengembalikan jaringannya ke blok 2 dan 3. Sementara isu interferensi sudah kami laporkan sejak Mei 2013," ia memaparkan.
Interferensi
Surat peringatan yang ditujukan kepada Presiden Direktur Axis sendiri dikirimkan tertanggal 29 Juli 2013 No. 059/AXIS-EA/07/2013 perihal perkembangan proses migrasi pita 2.1 GHz.
Dalam surat tersebut dinyatakan pendapat Axis untuk melakukan pengukuran pada 1.935 BTS yang dilaporkan terinterferensi tidak dapat diterima dengan sejumlah pertimbangan.
Pertimbangan itu salah satunya melihat hasil pengukuran di lapangan dua kali di lokasi Sili (Bekasi) seperti telah disampaikan melalui surat Direktur Pengendalian SDPPI No. 644/KOMINFO/DJSDPPI.4/SP.03.03/07/2013 tanggal18 Juli 2013.
Dari hasil pengukuran interferensi frekuensi UMTS-2100 Axis di Bekasi, disimpulkan Kominfo bahwa perangkat pemancar base station milik pihak penyelenggara 1900 (ZTE BS8900) yakni Smart Telecom telah memenuhi batasan level emisi spektrum sesuai ketentuan Pasal 4 Permenkominfo No.30/2012.
Sebaliknya, perangkat penerima base station milik Axis (Huawei BTS 3900) belum memenuhi batasan maksimum daya rata-rata (mean power) terukur sepanjang pita frekuensi radio 1980-1985 MHz sesuai ketentuan Pasal 10 Permenkominfo No.30/2012.
Terkait hal ini, Anita berkomentar, "bisa aja hal itu terjadi karena memang belum tentu semua BTS kena interferensi. Tapi hanya mengacu pada hasil 1 sample BTS yang diukur kemudian mengambil kesimpulan bahwa ribuan BTS lainnya bersih dari interferensi, kami rasa kurang bijak".
"Untuk itu kita perlu lakukan pengukuran bersama untuk BTS-BTS lainnya," harapnya.
Seperti di wilayah Jawa, Bali, Lombok dan Sumatera Utara yang dianggap Axis masih memiliki interferensi yang masih tinggi.
"Untuk daerah-daerah yang sudah selesai kami migrasi bukan berarti tidak ada interferensi, tetap ada. Tapi karena tidak terlalu signifikan kami bisa tolerir," Anita menambahkan.
Lantas, apa langkah Axis selanjutnya terkait migrasi 3G? "Ini masih dilakukan diskusi internal untuk membahas surat tanggapan yang kemarin dikirimkan ke kami," tandasnya.
(ash/tyo)