e-Government di Indonesia: Berkembang, Tapi Lambat

Jakarta - Langkah Indonesia untuk mengadopsi e-government diapresiasi Microsoft. Meski demikian, perjalanan untuk menuju kesempurnaan layanan publik dan pemerintahan berbasis elektronik ini masih jauh dari garis finish.

Tony Seno Hartono, National Technology Officer Microsoft Indonesia, mengaku optimistis Indonesia suatu saat bisa sepenuhnya mengimplementasikan e-government. Sebab menurutnya, peraturan dan perundangan yang ada di negeri ini sudah sangat menunjang.


Dipaparkannya, Indonesia punya dasar hukum untuk e-government, mulai dari Inpres No. 6/2001 tentang Telematika, UU ITE No. 11/2008, UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, UU No. 25/2009 untuk Pelayanan Publik, Inpres No. 3/2003, serta Permen PANRB No. 6/2011


"Semuanya untuk visi 2025, menjadi masyarakat maju berbasis knowledge society. Kita sudah menuju ke arah sana, progresnya ada tapi masih pelan. Masih terhambat di masalah birokrasi dan terkendala dari sisi sumber daya manusia," kata Tony kepada detikINET di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Rabu (4/9/2013).


Meski demikian, Tony cukup optimistis. Karena upaya Microsoft untuk mengawal e-government di Indonesia cukup direspons positif. Dalam beberapa tahun terakhir, pihak Microsoft telah menjalin kerja sama dengan sejumlah lembaga publik dan pemerintahan.


"Yang jelas, sebagian besar pemerintah sudah mengadopsi. Mulai dari kementerian dan lembaga-lembaga di public sector, ada 80-an yang sudah kita tangani, tapi yang betul-betul fokus baru 10 saja. Kebanyakan baru tahap pertama. Kami juga bekerjasama dengan UKP4 (Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan) untuk inisiatif open government. Seluruh lembaga yang di bawah UKP4 saling terhubung."


Melihat kondisi e-government yang berjalan lambat, Microsoft pun mengusulkan pendekatan baru. Pendekatan yang diusulkan antara lain penggunaan teknologi informasi di pemerintahan untuk mentransformasikan hubungan dengan warga, pelaku usaha, dan seluruh lembaga pemerintahan.


"Kami mengusulkan pendekatan baru e-government. Karena ini bukan suatu tujuan, tapi perjalanan. Bukan teknologinya, tapi penerapannya bagaimana bisa dinikmati. e-government ada tahapannya, perlu diperkuat keamanannya. Tahap pertama, keamanan portal, kemudian terkait transaksi pembayaran, sampai tahap terakhir konsolidasi seluruh kementerian," paparnya.


Kata Tony, jika e-government sudah full diaplikasikan di pemerintahan dan layanan publik, misalnya, bisa menghemat biaya dan menekan pemborosan anggaran dalam jumlah yang sangat signifikan.


"Suatu lembaga publik atau kementerian, misalnya, jika biasanya butuh satker (satuan kerja) sampai 300, mungkin dengan e-government ini jadi cuma butuh 10 satker saja. Karena semua sudah tersentralisasi dan tidak ada duplikasi. Penggunaan kertas juga bisa ditekan jadi paperless, tapi karena di Indonesia masih butuh dokumen yang ditandatangani dengan kertas, sekarang baru bisa less paper saja," pungkasnya.


(rou/ash)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!