Bos besar Google Eric Schmidt angkat bicara soal ini. Ia meminta orang-orang berhenti menyebut Google Glass sudah mati. "Kami mengakhiri proyek Explorer, namun media menyebut bahwa kami menghentikan proyek ini secara keseluruhan," ujar Schmidt.
Menurutnya, Google telah mengambil risiko dan tak mungkin mereka menghentikan proyek tersebut. Pengembangan Google Glass hanya berpindah unit, dari laboratorium Google X ke unit kerja tersendiri, yang dipimpin langsung oleh Tony Fadell, CEO Nest.
Saat versi pertamanya dirilis ke publik, Glass dijual secara terbatas ke orang-orang yang mereka sebut sebagai 'Explorer', dengan harga USD 1.500. Dan kacamata pintar itu mendapat banyak review jelek dari para penggunanya.
Keluhannya antara lain adalah daya tahan baterai yang buruk, bermacam bug, masalah privasi, dan penggunaannya yang sulit. Bahkan saking buruknya, pengguna Google Glass sering disebut dengan panggilan 'Glassholes'.
Bos laboratorium Google X Astro Teller bahkan mengaku bahwa Google kurang memperjelas bahwa Glass masihlah sebuah prototipe, atau produk yang belum selesai pengembangannya.
Hal itu juga diungkapkan oleh Schmidt, yang menyebut Glass sebagai sesuatu yang sangat 'besar dan fundamental' untuk masa depan. Ia juga menyebut bahwa Glass sebagai proyek masa depan Google.
"Ini seperti menyebut mobil yang bisa menyetir sendiri adalah mengecewakan karena tak bisa mengantarkanku ke sana ke mari. Tentu hal ini membutuhkan waktu," tutup Schmidt, seperti dikutip detikINET dari Business Insider, Selasa (24/3/2015).
(asj/ash)