Hal tersebut diungkap Cornell University, INSEAD, dan World Intellectual Property Organization (WIPO) yang belum lama ini merilis Global Innovation Index 2013. Sebagai informasi, GII merupakan salah satu tolak ukur kemampuan inovasi dari 142 negara dan kawasan ekonomi dunia.
Dalam laporannya GII menggunakan beragam kriteria sebagai acuannya, di antaranya adalah lembaga-lembaga, sumber daya manusia dan riset, serta hasil infrastruktur, pengetahuan dan teknologi.
Berdasarkan laporan yang dibeberkan GII 2013, Hong Kong (Cina) dan Singapura mempertahankan posisi mereka di 10 peringkat global teratas, bersama-sama dengan Korea Selatan, Jepang, Malaysia, dan China sebagai enam negara teratas untuk inovasi di Asia.
Adapun Indonesia menempati posisi ke-13 untuk inovasi di Asia dan ke-85 secara global. Posisi ini meningkat dibandingkan tahun 2012 yang bertengger di posisi ke-100.
Tiga negara Asia teratas yakni Korea Selatan, Jepang, dan China juga dilaporkan memperoleh aplikasi paten terbanyak di 2013, hal tersebut disebut sebagai hasil konkrit dari peningkatan investasi riset dan pengembangan.
Laporan GII 2013 ini juga menunjukkan bahwa 24 dari 25 negara teratas di index dunia mendapatkan keuntungan dari akses yang sangat mudah terhadap teknologi informasi dan komunikasi, yang menekankan semakin pentingnya peranan infrastruktur-infrastruktur TIK terhadap pusat-pusat inovasi yang tersebar secara global dan terhubung secara digital di abad ke-21.
Selain itu GII 2013 juga menekankan bahwa konsentrasi inovasi secara geografis mulai menyebar dari negara-negara maju ke negara dan perekonomian berkembang, membuat penyebaran inovasi semakin merata di seluruh dunia. Kosta Rica, Argentina, Uganda, dan Mali adalah beberapa negara yang masuk kategori pemain baru yang paling menonjol dalam index dunia tahun ini.
Melalui beberapa bab analisanya, GII 2013 juga membahas bagaimana inovasi didukung oleh 'local specifics' atau kebutuhan-kebutuhan lokal, yang berbeda-beda di setiap belahan dunia.
Salah satu pesan utama yang diangkat oleh GII 2013 adalah terlalu banyaknya strategi inovasi yang berusaha keras untuk meniru kesuksesan sebelumnya, misalnya meniru keberhasilan inovasi Silicon Valley di California.
Menurut laporan GII 2013, mengembangkan inovasi lokal seharusnya memerlukan strategi yang harus erat kaitannya dengan keunikan-keunikan, sejarah, dan budaya lokal.
"Inovasi adalah darah daging perkembangan sosial dan ekonomi, namun untuk mewujudkannya dibutuhkan lingkungan yang terstruktur yang memungkinkan berkembangnya kebijakan pasar bebas dan perlindungan terhadap hak-hak intelektual," ujar Ken Hu, CEO dan Deputy Chairman Huawei, yang juga Knowledge Partner GII 2013, seperti detikINET kutip dari keterangan tertulisnya, Kamis (22/8/2013).
"Sektor publik dan swasta harus bekerjasama secara terbuka untuk membangun dan mempromosikan lingkungan-lingkungan yang mendukung seperti ini, di mana kemampuan berinovasi yang lebih tinggi dapat memberikan keuntungan kepada seluruh masyarakat," pungkasnya.
(yud/ash)