Rombak Frekuensi 800 MHz, BRTI Bela Kominfo

Jakarta - Peraturan Menteri tentang penataan pita frekuensi 800 MHz untuk keperluan seluler, sempat memicu tanda tanya. Pasalnya, aturan ini terkesan mendadak karena diterbitkan jelang berakhirnya masa jabatan Tifatul Sembiring sebagai Menkominfo.

Namun hal itu coba dibantah oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) yang menegaskan penataan frekuensi yang selama ini digunakan oleh teknologi Code Division Multiple Access (CDMA) sudah melewati proses yang panjang hingga keluarnya aturan dari Menkominfo pada pekan lalu.


"Penataan 800 MHz itu sudah direncanakan sejak dua tahun yang lalu. Bukan tiba-tiba saja datangnya. Bahan ide-idenya sudah sering dilontarkan ke media massa," tegas Anggota Komite BRTI Muhammad Ridwan Effendi saat berbincang dengan detikINET di Jakarta, Senin (15/9/2014).


Seperti diketahui, rentang frekuensi 800 MHz selama ini dihuni oleh empat operator yang semula menyelenggarakan layanan fixed wireless access seperti Bakrie Telecom (Esia), Telkom (Flexi), Indosat (StarOne), dan Mobile-8 Telecom (Smartfren).


Sementara dalam aturan terbaru untuk perombakan frekuensi di 800 MHz, rentang frekuensi radio 824-835 MHz akan berpasangan dengan 869-880 MHz dan rentang frekuensi radio 880-890 MHz berpasangan dengan 925-935 dengan moda Frequency Division Duplexing (FDD) bisa diterapkan teknologi netral.


Telkom dan Indosat kabarnya memilih memanfaatkan frekuensi milik Flexi dan StarOne sebagai e-GSM guna mendukung 3G di frekuensi 900 MHz atau U900. Sementara Bakrie Telecom dan Mobile-8 sepertinya tetap menggunakan teknologi CDMA untuk sementara waktu.


Telkom dan Indosat lebih luwes memainkan U900 karena posisi frekuensinya (Band B) berdekatan dengan layanan GSM-nya di 900 MHz. Sementara Bakrie Telecom dan Mobile-8 berada di band A, dimana keduanya tak memiliki layanan GSM. Next


(rou/rns)