Instrusive Adverstising: Mencari Titik Tengah

Jakarta - Beberapa hari terakhir, banyak media yang mewartakan hal terkait intrusive advertising. Sesuatu yang wajar untuk menjadi gaduh, mengingat kian intimnya masyarakat kita dalam beraktivitas di dunia maya, hingga sensitif soal kenyamanan.

Dalam pandangan penulis, regulator terkait yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) maupun Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), harus segera turun tangan dengan membuat regulasi baru yang lebih jelas mengatur hal ini.


Hal ini dikarenakan menyangkut kepentingan para pihak yang strategis, bahkan menjurus posisi dilematis, yang jika salah penanganan jelas merugikan lebih banyak pihak.


Dari sudut pandang pandang operator telekomunikasi, intrusive advertising bisa dipandang sebagai salah satu cara mengimbangi kekuatan OTT (Over The Top) seperti Google, YouTube, Facebook, dll.


Sudah menjadi rahasia umum, penghasilan operator telekomunikasi dunia belakangan tertekan luar biasa dan bergeser menjadi penghasilan dan nilai perusahaan OTT yang semakin melejit.


Seluruh jaringan infrastruktur telekomunikasi yang dibangun operator terdegradasi menjadi pipa, dan OTT bebas mengelola isinya, menembus batas-batas negara, bahkan boleh dibilang imun terhadap pajak dan implikasi hukumnya.


Contohnya salah satu sumber penghasilan utama Google adalah online advertising, atau karib disebut Google Adsense. Kita juga sering disuguhi intrusive advertising oleh YouTube misalnya, pada saat ingin menonton video klip yang kita inginkan.Next


(ash/ash)