Dirut XL: Akuisisi Axis Agak Ribet

Jakarta - President Director & CEO XL Axiata Hasnul Suhaimi mengakui tak mudah untuk merealisasikan rencana untuk mengakuisisi Axis Telekom Indonesia, meskipun kesepakatan keduanya sudah hampir mencapai kata final.

Dituturkan Hasnul, Conditional Sales Purchase Agreement (CSPA) antara XL dengan Saudi Telecom Company (STC) sebagai pemilik Axis masih belum deal karena menunggu keluarnya detail teknis hasil kajian dari Kementerian Kominfo.


"Untuk agreement CSPA ini kita menunggu dari pemerintah. Harganya juga belum deal, karena kita tanggung utang dan biayanya (Axis). Itu tergantung dari berapa frekuensi yang kita dapat. Kalau pemerintah sudah tentukan, baru kita bisa jalan. Harapannya dalam waktu dekat sudah deal," jelasnya di Euphoria, Menara Prima, Jakarta, Senin (23/9/2013).


Mulanya, nasib konsolidasi antara XL dan Axis ini sudah bisa ditentukan akhir September 2013 seiring keluarnya rekomendasi teknis dari Kementerian Kominfo. Namun sayangnya, rekomendasi teknis ini molor sebulan lagi.


"Memang agak ribet, nggak semudah yang kita kira. Kita sendiri belum siap, pemerintah juga perlu waktu. Untuk realisasinya baru bisa jalan setelah ada izin dan ketentuan. Harapan kita sih tahun ini," kata Hasnul.


XL sendiri berharap, dari hasil rekomendasi teknis itu, pihaknya tak perlu mengembalikan spektrum frekuensi yang dimilikinya bersama Axis Telekom Indonesia nanti.


Seperti diketahui, XL memiliki lebar spektrum 7,5 MHz di 900 MHz (2G), 7,5 MHz di 1.800 MHz (2G), dan 15 MHz di 2,1 GHz (3G). Sedangkan Axis memiliki 15 MHz di 1.800 MHz (2G) dan 10 MHz di 2,1 GHz (3G).


"Harapannya semua dibalikin ke XL. Kalaupun ada yang harus dikembalikan, kami inginnya yang tetap di kami yang jauh dari interferensi," harap Hasnul.


XL sendiri lebih rela mengembalikan satu blok frekuensi di 2,1 GHz yang ditempati Axis di kanal 12, yang diakui masih sangat kotor karena interferensi sinyal dengan PCS 1900 milik Smart Telecom.


Namun jika di 1.800 MHz juga diminta, XL pun mengaku siap meski berharap frekuensi itu tidak diambil demi kebutuhan penyelengaraan seluler 4G berbasis Long Term Evolution (LTE).


"Apapun yang diputuskan pemerintah, kami ikut. Di surat izin prinsipnya, numbering dan pengaturan lainnya diatur belakangan. Sekarang yang penting CSPA dulu," pungkasnya.‎


(rou/ash)


Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!