Merekrut Tanpa Harus Jadi 'Mata-Mata' Menakutkan di Sosmed

Jakarta - Kurang lebih sepuluh tahun yang lalu, seorang teman memperkenalkan saya kepada pria yang tampan dan cerdas, dan tidak lama, saya akhirnya pergi kencan dengan pria itu.

Ketika itu kami sedang menikmati segelas anggur sebelum makan malam, dan tiba-tiba ia mengangkat sebuah topik mengenai Google, dan berkata demikian. "Luar biasa ya, teknologi membuat kita bisa mengetahui apa saja mengenai seseorang, misalnya apakah mereka pernah memenangkan lomba lari 5 km dengan catatan waktu kurang dari 30 menit".


Saat itu adalah tahun 2004, dan pria yang saya kencani tersebut berbicara mengenai lomba lari amal Susan G. Komen yang saya menangkan di tahun 1995.


Di mata saya, ia langsung berubah dari pria yang keren menjadi mata-mata yang menakutkan, dan saya ingin segera angkat kaki dari situ.


Saat ini, ada lebih dari 238 juta anggota LinkedIn yang terdaftar dari 200 negara serta wilayah. Facebook melaporkan bahwa pengguna aktifnya berjumlah 700 juta dalam perempat tahun kedua di 2013 ini.


Di bulan Maret, ketika Twitter berusia tujuh tahun, para penggunanya mengirimkan lebih dari 400 juta tweet per hari! Jejaring sosial sudah memperluas penggunanya dari sekelompok kecil pengguna awal (early adopters) menjadi sebuah masyarakat online, dan dengan cepat menjadi mainstream.


Sehubungan dengan rekrutmen, tentu saja perekrut ingin memanfaatkan sumber-sumber yang kaya akan informasi ini. Walau demikian, informasi mengenai kandidat yang didapat lewat jejaring sosial harus ditangani dengan hati-hati agar perekrut tidak dicap sebagai mata-mata. Next


(ash/ash)

Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!