Big Data: Si Canggih yang Belum Digemari di Asia

http://us.images.detik.com/content/2014/09/15/319/chris.jpgChristopher G. Chelliah (oracle)


Jakarta - Data merupakan aset bisnis yang sangat berharga. Tantangan muncul ketika volume data yang dimiliki perusahaan meningkat semakin besar. Jika tak dimanfaatkan, maka ia tak lebih dari sekadar tumpukan 'sampah'.

Maka, perusahaan membutuhkan analisa untuk meningkatkan efisiensi atau menciptakan inovasi sebagai penguat daya saing perusahaan. Jadi, teknologi analisa Big Data merupakan hal yang tidak bisa dihindari untuk membuat keputusan-keputusan cerdas secara cepat.


Big Data disini bukanlah sebuah solusi, atau produk, atau teknologi tertentu. Big Data lebih mirip dengan sebuah fenomena. Pemanfaatan teknologi ini sudah sangat luas untuk organisasi-organisasi di dunia.


Misalnya, di Amerika Serikat, Presiden Barack Obama meluncurkan proyek Big Data Research and Development Initiative pada 2012 dengan anggaran sekitar Rp 2,3 triliun. Proyek ini melibatkan 84 program Big Data berbeda yang digunakan pada enam departemen pemerintahan AS.


Namun, hal yang berbeda terjadi di Asia. Organisasi-organisasi, baik swasta maupun pemerintah, masih enggan untuk beralih menggunakan teknologi Big Data. Mengapa?


Christopher G. Chelliah, Group Vice President & Chief Architect, Systems, Storage & Key Accounts, Oracle Asia Pacific coba menjawab beberapa permasalahan yang dihadapi perusahaan di Asia untuk memanfaatkan teknologi Big Data.


Selain itu, juga akan dijelaskan bagaimana seharusnya perusahaan dapat memanfaatkan teknologi ini serta berbagai tren yang akan terjadi di masa mendatang. Next


(ash/fyk)