Dijelaskan oleh Tifatul, negara bisa rugi karena Axis dinilai tak lagi mampu membayar biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi beserta hutang lainnya. Itu sebabnya, menteri memberi sinyal akan memudahkan akusisi XL.
"Mereka itu sebenarnya sudah bangkrut, dan XL mau membayarkan utang-utang Axis termasuk kepada negara sebesar Rp 1 triliun. Kalau misalnya karena bangkrut terus frekuensi Axis dilelang kembali, pemasukan baru datang tahun depan," jelasnya di kantor Kementerian Kominfo.
Sinyal mempermudah konsolidasi ini juga kentara saat menteri bilang tak akan mengambil banyak-banyak frekuensi yang dikuasai oleh kedua operator ini.
"Sepertinya kami tak akan ambil frekuensi yang dikembalikan XL dan Axis secara maksimum. Kemungkinan yang akan diambil antara 5 MHz dan 10 MHz saja. Jika terlalu banyak diambil, proses merger mereka bisa batal. Sebab XL akan rugi, padahal mereka harus membayar utang Axis," papar Tifatul.
Seperti diketahui, tim adhoc yang dibentuk Tifatul telah memberikan paparan pada akhir Oktober lalu. Ada tiga opsi yang disodorkan, yakni pengembalian pita 5 MHz di frekuensi 2.100 MHz, pengembalian 5 MHz di frekuensi 1.800 MHz, dan pengembalian pita 5 MHz masing-masing di frekuensi 2.100 MHz dan 1.800 MHz.
Ada juga opsi alternatif seandainya tiga opsi yang disodorkan rentan penolakan di industri, atau oleh XL yakni menarik frekuensi selebar 5 MHz di 2,1 GHz dan 2,5 Mhz di 1.800 MHz.Next
(rou/ash)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!