Strategi Big Data Genjot Pendapatan Hingga 25%

Sydney - Jika diolah dengan baik, big data sejatinya bisa menaikkan pemasukan perusahaan. Sayang, masih banyak pihak yang belum mempraktikkan pengolahan data yang mereka miliki.

Sebuah laporan dari Hitachi Data System (HDS) yang diterbitkan di Economist Intelligence Unit (EIU) Asia Pacific Big Data survey menyebutkan bahwa separuh dari 500 perusahaan di Asia Pasific yang mereka survey meyakini bahwa big data bisa menaikkan pendapatan sebesar 25% atau lebih. Angka tersebut merepresentasikan potensi kenaikan revenue sebesar USD 250 miliar.


Namun, keyakinan itu tidak diiringi dengan aksi nyata. Sebagian besar dari mereka hanya membuat sedikit aksi nyata atau bahkan tidak melakukannya sama sekali terkait strategi big data.


"Lebih dari 40% responden tidak memiliki strategi big data," ujar Neville Vincent, Senior Vice President & General Manager Asia Pacific HDS di Four Points Hotel by Sheraton, Sydney, Australia, Kamis (28/11/2013).


Lantas apa penyebab lambannya pengadopsian strategi big data itu? Komunikasi internal dan pembagian informasi yang lemah serta kurangnya in-house skills dan software diketahui menjadi beberapa penyebabnya.


Menurut HDS peningkatan komunikasi internal, ada baiknya dilakukan oleh organisasi. Untuk mencapai solusi mengenai kelambanan pengadopsian strategi big data, bisa juga dengan melibatkan departemen IT dalam perencanaan bisnis, selain juga ada sejumlah solusi lainnya yang bisa diterapkan.


"Organisasi IT harus lebih dilibatkan dalam strategi organisasi," tambah Neville dalam acara Asia Pasific Media Tour Media Tour Hitachi Data Systems 2013. Neville juga menekankan mengenai pengertian big data sebagai aset kapital.


Adapun dari sekian perusahaan yang disurvey, industri telekomunikasi menjadi perusahaan yang paling menyadari pentingnya big data ini, yakni bahwa hal itu bisa membantu mereka mengerti kebutuhan pelanggan. Menyusul di bawah industri telekomunikasi, terdapat industri consumer goods dan jasa keuangan.


"Big data ada di semua industri dan bukan hanya di negara yang mature," papar Neville. Ia pun mencontohkan bahwa separuh perusahaan di India dan Hong Kong sudah mulai mengadopsi big data.


(sha/tyo)


Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!