Menyadari bahwa penyandang tunarungu masih dianggap minoritas, termasuk dalam kebutuhan teknologi, Prastyawan dan teman-temannya yang tergabung dalam tim Dreambender, tergerak membuat aplikasi kamus terbuka khusus bahasa isyarat bernama Isara.
Memudahkan pembelajaran, berbagai gerakan isyarat pun dikemas dalam bentuk video. Menurut Prastyawan, hanya dengan mengandalkan buku sebagai media pembelajaran, terkadang gerakan isyarat yang ditunjukkan sering salah dipahami sehingga menimbulkan arti yang berbeda.
"Orang normal susah mengerti. Pemerintah juga punya standar nasional bahasa isyarat untuk setiap kata. Di kita kan ada banyak daerah, di setiap daerah itu, kada untuk satu kata, gerakannya bisa berbeda-beda," kata Pras demikian sapaan akrabnya.
Karenanya, para mahasiswa dari Telkom University, Institut Teknologi Bandung dan Universitas Padjadjaran ini pun menggandeng organisasi bernama Gerkatin Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin), dalam mengumpulkan data bahasa isyarat yang digunakan para tuna rungu.

