Ilustrasi (Ist.)
Jakarta - Mudah-mudahan Wildan tak perlu mengulangi kisah Simon yang ketakutan diburu penembak jitu. Harapan saya, cukuplah kesalahannya ditebus dengan jeweran petugas keamanan dan vonis pengadilan. Buat pelajaran kita semua, Wildan tetaplah salah, dan anggap saja dia kini sedang meneruskan 'kuliah'.
Jika ingin menunjukkan simpati, dukungan atau pembelaan kepada Wildan, berikan dengan cara elegan dan halalan thoyyiban. Dari situ kita baru boleh mengaku sebagai Anonymous yang tulus. Buktikan pembelaan terhadap Wildan adalah wujud pilihan moral sikap bijak, bukan mainan ngasal sifat berontak!
Wildan, sebagaimana harapan orang tua, keluarga dan rekan-rekannya, bisa menjadi manusia yang berguna bagi bangsa Indonesia ini. Sesuai arti namanya, 'Wildan' adalah pemuda pelayan surga.
Saya berkhidmat reflektif saja, apakah Wildan yang lulusan 'SMK Jurusan Bangunan', sengaja dikirimkan Tuhan sebagai 'utusan pelayan' untuk 'membangunkan' keteledoran sistem kehidupan yang kita jalankan? Membangunkan sistem kenegaraan yang sedang pingsan, membangunkan kesalahan pengadaan sistem komputasi yang korup dan bajakan, membangunkan praktik hukum dan keamanan yang tidak berkeadilan? Well, mudah-mudahan demikian.
Saya pun berharap, Wildan tidak gagal paham terobsesi menjadi Anonymous, tapi malah terjerumus. Kreasi kecerobohan, ulah keisengan, aksi eksibisionis dan niat sok eksis seperti Wildan ini justru berpotensi mencederai niat tulus gerakan Anonymous.
Siapapun yang merasa bagian dari pejuang komputasi perlu mengarifi aksi Wildan ini sebagai otokritik diri. Di terawangan saya, kelebihan oprek komputasi Wildan beriris tipis dengan kekurangan media eksperimennya, terutama dalam menyalurkan aktualisasi diri dan impiannya mulianya sebagai kaum muda 'hactivist' Indonesia.
Simaklah sebagian kata mereka yang mengkritisi Wildan ini, "Kami Anonymous Asia Tenggara belum melakukan apapun atau bertindak apapun terhadap kasus Wildan ini, karena kita menganggap ini hanya sebagai kasus di mana popularitas dan keangkuhan bermain".
Sebagai pehobi seni berkomputasi, saya juga sepakat mengamini kritik baik seorang rekan maya di akun jejaring sosialnya, "Banyak anak muda merasa udah jadi 'hacker' sejati :-) padahal ada satu hal yang hilang belum mereka miliki yaitu rendah hati dan tidak pengen dilihat orang".
Merujuk pada tesis David Crystal, Language and The Internet (2001, p. 70), saya coba mendefinisi ulang dan memahami bahwa Hacker hactivist sejati adalah mereka yang mau peduli mengurusi kemandirian dan kemerdekaan komputasi di negeri ini agar tidak selamanya teradiksi produk piranti luar negeri.
Wildan, dalam impian saya, harus tetap jadi Wildan, pemuda pendiam lulusan 'SMK Bangunan' yang berkualifikasi super admin security dan bersifat rendah hati.
Sesuai namanya, ia akan jadi pelayan komputasi yang mau berbagi pengetahuan bersama kita semua. Keterampilan komputasi yang ia miliki tidak harus mengubahnya menjadi virus "Wild'An'onymous" yang liar, asosial, dan vandal di ranah virtual.
Hikmah pelajaran Wildan sekaligus membangun kesadaran dan perilaku baru bahwa tidak selayaknya manifesto hacker dikelirukaprahi manyfiesta hooker.
Profesi hacker berangkat dari visi-misi perjuangan membela kemanusiaan, mengembangkan pengetahuan dan membenarkan keadilan. Sebaliknya perilaku hooker berambisi memuaskan syahwat kesenangan, unjuk ego nafsu keisengan, dan membebaskan libido kemaluan.
Selanjutnya mari kita nanti perkembangan kasus Wildan ke depan. Ketegasan dan keadilan penegak hukum di negeri ini ditantang ketika pada saat bersamaan kasus Wildan, banyak akun anonim di jejaring sosial yang secara jelas menghina lembaga pemerintah dan pribadi kepala negara.
Jika Wildan bisa segera dilacak, diciduk dan dipidana, mestinya akun anonim itu juga mudah disikapi serupa. Itu jika kita serius ingin menegakkan keadilan sungguhan agar jangan sampai ada anggapan akun anonim sengaja dibiarkan karena berdaya tawar politis kepentingan dan kekuasaan?
Bila kini Wildan menunggu proses litigasi hingga eksekusi, akan lebih manusiawi dan berkeadilan rasanya, jika kealpaan penjaga keamanan presidensby.info juga diberi jeweran yang mencerdaskan.
Akhirnya, saya khusnudzon saja, semoga kasus Wildan ini sekadar tes kompetensi yang diadakan pemerintah untuk menguji keamanan komputasi orang nomor satu di negeri ini sekaligus upaya serius membudidayakan bibit-bibit hactivist yang patriotis.
Andai asumsi itu betul, maka hasil sementara ini sudah bisa dinikmati. Semua sukses berposisi pemenang, tidak ada yang menjadi pecundang. Situs presidensby.info -– sebagai bahan ujinya -- bisa dibuka celah kelemahannya, dan Wildan mewakili komunitas hactivist anonim lainnya, berhasil membangun kesadaran kita tentang pentingnya keamanan komputasi yang lebih baik lagi.
Salam Komputasi Aman dan Bertanggungjawab 'Pelayanan' Wildan!
Selesai...
*) Penulis, Gus Adhim merupakan seorang santri peminat fotografi, penggiat F/OSS dan teknologi informasi. Saat ini, penulis tinggal dan bekerja di Pondok Pesantren Sumber Pendidikan Mental Agama Allah (SPMAA) Lamongan.
Tulisan sebelumnya: Kisah Peretas Situs SBY Si WildAn(o)nymous
( ash / ash )
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!