Berani Bikin Smart City, Jokowi?




Jakarta - "Tahun ini, kami fokus menangani masalah banjir di Jakarta. Anggarannya juga sudah disetujui DPRD DKI yakni sebesar Rp 1,12 triliun," kata Kepala Dinas PU DKI Jakarta Ery Basworo (20/1/13) menyikapi banjir Jakarta 15 Januari lalu.

Pada kesempatan terpisah, Gubernur DKI memperkirakan kerugian banjir mencapai Rp 20 triliun. Lebih lanjut Gubernur menyampaikan enam solusi banjir Jakarta, salah satunya adalah smart tunnel dengan anggaran Rp 16 triliun.


Tidak hanya masalah banjir, Jakarta juga menghadapi masalah kemacetan, kriminalitas, sampah, lapangan kerja dan lainnya. Masalah tersebut sebenarnya umum terjadi di negara berkembang, yang tidak lepas dari berbagai dampak urbanisasi.


Smart City


Hingga saat ini belum ada definisi yang baku mengenai smart city. Menurut Wikipedia, kota dapat disebut smart city ketika investasi modal sosial dan manusia, infrastruktur transportasi serta teknologi informasi mampu mendorong pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dan kualitas hidup yang tinggi, dengan pemanfaatan sumber daya alam yang bijak, melalui tata kelola pemerintahan yang partisipatif.


Smart city paling tidak meliputi enam dimensi, yaitu ekonomi, mobilitas, lingkungan, manusia, kehidupan dan pemerintahan. Meskipun meliputi banyak dimensi, namun pada umumnya titik awal proyek smart city berangkat dari penyiapan teknologi informasi dan komunikasi (ICT).


Istilah smart city memang masih baru, bahkan nyaris belum terdengar di Indonesia. Diskusi tentang hal itu baru menjadi konsumsi akademis dan kalangan yang sangat terbatas. Fakta ini cukup memprihatinkan, karena sebenarnya smart city bukan lagi materi diskusi, namun telah terimplementasi di berbagai belahan dunia.


Founder smartcitieshub, @boydcohen menerbitkan daftar sepuluh smart city terbaik di dunia. Kota Vienna menempati urutan teratas, diikuti oleh Toronto dan Paris di urutan kedua dan ketiga.


Dari sepuluh kota tersebut, dua berasal dari Asia, yaitu Tokyo dan Hongkong. Meskipun tidak masuk sepuluh besar dunia, kota Seoul dan Singapura disebut sebagai smart city unggulan.


Jakarta Perlu Smart City


Pada 1950 komposisi penduduk kota secara global berkisar 29 persen, naik menjadi 50 persen pada 2008. Diperkirakan komposisinya menjadi 65 persen pada 2040.


Saat ini jumlah mega city, yaitu kota dengan populasi lebih dari 10 juta, sebanyak 21 kota, naik tajam dari tahun 1975 yang hanya tiga kota. Perkiraan ini didasari dari data, yaitu 1,3 juta penduduk bermigrasi ke kota setiap minggunya.


Tidak berlebihan jika W. Webb mengatakan "abad ke-19 adalah abad kerajaan, abad ke-20 adalah abad negara bangsa dan abad ke 21 akan menjadi abad kota".


Seperti halnya kondisi global, begitu juga Jakarta. Masalah urbanisasi Jakarta menjadi problem rumit sejak puluhan tahun lalu. Kota yang memiliki luas 740 km2 ini dihuni lebih dari 9,6 juta jiwa, dan jika diperluas area metropolitan penduduknya lebih dari 28 juta jiwa.


Banjir menjadi bencana tahunan yang tidak bisa dihindari. Kemacetan menjadi menu wajib setiap hari, tidak hanya di dalam kota namun sudah meluas ke pinggiran. Public transport bukannya menjadi kebanggaan, justru banyak menimbulkan keruwetan. Aksi kriminal jalanan menghiasi koran setiap hari. Dan seterusnya.


Implementasi smart city tidak menghapus banjir, namun diyakini mampu mengefektifikan penanganan banjir dan pemulihan setelahnya. Dengan kamera dan sensor yang terpasang di setiap sudut kota, serta aplikasi interaktif yang mendukungnya, smart city dipastikan mampu mengurangi tingkat kemacetan kota Jakarta.


Seperti halnya kemacetan, kriminalitas juga bisa dikurangi dengan smart city. Smart city menjadi bagian solusi terhadap permasalahan urbanisasi negara berkembang, beserta berbagai problematika yang mengikutinya.


Menuju Smart City


Smart city memang masih menjadi barang asing di Indonesia. Namun, bukanlah mimpi yang tak terjangkau, pada saatnya nanti akan semakin popular dan nyata. Paling tidak karena beberapa kenyataan berikut.


Pertama, implementasi smart city semakin popular di berbagai belahan dunia. Negara tetangga telah memulai, meskipun pada tahapan awal dan lingkup yang sangat terbatas.


Vietnam memiliki Saigon M & C Tower, Philipina memiliki Twin Oaks Place, dan Malaysia sedang mengembangkan kawasan prestisius Smart Connected Nusajaya.


Pada forum 4th Indonesia-Japan Joint Economic Forum (IJ-JEF) di Tokyo, Oktober 2012 lalu, Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan bahwa Jepang akan segera melakukan feasibility study untuk merancang masterplan smart city di Tangerang Selatan.


Bulan Mei 2012 ITB mengumumkan kerja sama dengan Research In Motion (RIM) -- kini bernama BlackBerry. Kedua institusi sepakat akan mewujudkan smart city di Indonesia yang antara lain meliputi smart transportation, smart health, smart communications, dan smart educations.


Kedua, smart home semakin popular. Perkembangan smart home akan mendorong kebutuhan masyarakat terhadap smart city. Smart home adalah hunian yang dilengkapi dengan jaringan komunikasi yang menghubungkan berbagai layanan dan peralatan elektronik, dan memungkinkan untuk dipantau, diakses dan dikendalikan dari jarak jauh.


Dengan smart home, seseorang yang berada di luar kota bisa mengendalikan hampir semua bagian rumah, cukup melalui ponselnya saja. Seperti memastikan kulkas tetap hidup, mobil masih parkir di garasi, menyalakan lampu dan mematikannya di pagi hari, bahkan membuka jendela di pagi dan menutupnya kembali di sore hari.


Ketiga, operator gencar mengembangkan jaringan WiFI. Telkom Group berencana membangun sejuta WiFi pada akhir 2013. XL Axiata berencana menyediakan 500 titik WiFi Zone. Akhir tahun lalu Indosat meluncurkan Super WiFi sebanyak 700 titik di Jawa dan Bali, dan menargetkan 30 ribu titik di seluruh Nusantara.


Keempat, penetrasi gadget semakin luas dan tingkat partisipasi publik yang semakin tinggi. Hal ini terbukti dengan semakin populernya aplikasi www.lewatmana.com yang menawarkan live traffic di berbagai kota besar. Juga Telkom juga telah menyiapkan e-government, e-education, e- health dan e-BAZ.


Permasalahan Jakarta memang sangat komplek, karenanya diperlukan solusi komprehensif dari berbagai bidang. Bidang ICT menawarkan konsep smart city sebagai bagian solusi penting mengatasi berbagai permasalahan tersebut.


Oktober tahun lalu, Director Of Enterprise and Wholesale Telkom, Muhammad Awaludin menawarkan langkah awal pengembangan smart city di kota Jakarta. Siapkah Gubernur DKI menangkap solusi smart city? Kita lihat saja perkembangannya beberapa tahun mendatang.









abah-pas-photo Tentang Penulis:Muhammad Yusuf merupakan praktisi dan pemerhati telekomunikasi, dapat dihubungi di myusuf298@gmail.com atau www.myusuf298.com.



( ash / ash )

Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!