Smartfren 'Babak Belur' Dapatkan 30 MHz di LTE

Jakarta - Smartfren Telecom angkat bicara soal suara miring yang mempertanyakan lebar spektrum 30 MHz yang mereka peroleh di 2,3 GHz sebagai kompensasi kepindahan frekuensinya dari 1.900 MHz.

"Mereka nggak tahu kita babak belur. Tahu-tahu (kecewa) kita tiba-tiba sudah dapat 30 MHz saja," keluh Merza Fachys, Direktur Jaringan Smartfren di Bunga Rampai, Jakarta, Senin (25/8/2014).


Keputusan Menkominfo Tifatul Sembiring yang mengeluarkan Peraturan Menteri terkait kepindahan frekuensi Smartfren itu membuat sejumlah operator seluler dan broadband wireless access (BWA) mengaku kecewa. Salah satunya seperti yang disuarakan XL Axiata.


"Terus terang kami cukup kecewa dengan besarnya frekuensi yang didapatkan Smartfren. 30 MHz itu terlalu besar dan membuat operator lain merasa disadvantages," lirih Ongki Kurniawan, Direktur Services Management XL.


Menurut dia, lebar pita 30 MHz sudah cukup membuat Smartfren bisa berlari sendirian saat menggelar layanan seluler 4G berbasis TDD Long Term Evolution secara komersial pada awal 2015 nanti.


"Sementara operator lain tidak ada yang punya frekuensi gandeng (30 MHz) sebesar itu. Kami saja (untuk LTE nanti) di 1.800 MHz cuma punya 22,5 MHz. Itu pun terpisah 15 MHz dan 7,5 MHz. Jadi cukup mengecewakan, karena dilihat dari frekuensi awalnya sebelum pindah, mereka (Smartfren) cuma di bawah 15 MHz," lanjut Ongki.


Seperti diketahui, Smartfren sebelumnya hanya memiliki lima kanal yang dioperasikan melalui pita frekuensi radio 2 x 6,875 MHz di 1.900 MHz. Relokasi ke 2,3 GHz akan dilaksanakan secara bertahap dan wajib diselesaikan paling lambat pada 14 Desember 2016.


Menurut Merza, kompensasi spektrum 30 MHz itu masih wajar dan adil. Pasalnya, ada banyak yang dikorbankan oleh Smartfren dalam hal ini. "Masih fair dan ada hitung-hitungannya. Di 2,3 itu kami dapat TD LTE. Jadi 30 MHz itu sama artinya dengan 2 x 15 MHz."


"Dari sisi jaringan, kami juga babak belur karena di 1.900 MHz itu kami belum BEP (balik modal) Rp 3 triliun tapi mesti dibuang karena perangkat infrastrukturnya tidak laku dijual," pungkas Merza.


(rou/ash)