'Bunuh Diri' Sosial yang Sangat Ditakuti

Jakarta - Beberapa remaja sadar jika mereka kadang sangat terlalu sering bermain media sosial. Keinginan untuk mengurangi ada, tapi ada kekhawatiran juga hal itu akan berdampak pada bunuh diri sosial (social suicide).

Gadis bernama Izzy Mackay ini mengaku tak pernah melewatkan aktivitas dan kesehariannya tanpa membuka media sosial. "Hal pertama yang aku lakukan ketika bangun di pagi hari adalah memeriksa ponsel dan membalas pesan yang terlewatkan di Facebook, Twitter, dan Instagram," ujarnya kepada Herald Sun.


Ponsel adalah benda yang selalu lengket dengannya kapan pun dan di mana pun ia berada. Bahkan ketika belajar di sekolah, Izzy pun menyempatkan diri dengan membuka ponsel demi berinteraksi dengan teman-temannya di media sosial.


"Sekolah kami memperbolehkan muridnya untuk meletakkan ponsel di mejanya, dimana sebenarnya peraturan itu dibuat agar murid-murid bisa melakukan penelitian menggunakan ponsel," tuturnya. Begitu pula ketika sedang jam makan siang. Semua orang sibuk dengan ponsel mereka masing-masing.


Izzy dan kelompoknya masih tergolong bagus karena masih berinteraksi satu sama lain secara nyata. "Malahan banyak dari kelompok di sekolah yang kenyataannya mereka berkumpul tapi malah sibuk dengan ponsel mereka masing-masing," katanya.


Ia sendiri sudah menggunakan Facebook sejak umur 11 tahun. Kala itu Izzy sekadar memeriksa beberapa kali dalam sehari. Pun begitu, kebiasaan itu berubah tatkala mendapatkan iPhone di umur 13 tahun, umur dimana remaja seusianya mendapatkan perangkat serupa.


"Hadirnya iPhone membuat penggunaan media sosialku meningkat drastis," ungkap Izzy. Next


(ash/ash)