Isu Krusial Telekomunikasi Indonesia 2015

Jakarta - Hampir sebulan sudah tahun 2015 ini kita lewati. Bagaimana kita melewatinya dengan penuh makna, tentu bergantung bagaimana kita menginterpretasi kejadian lalu-lalu untuk dijadikan pegangan dan atau dasar kebijakan di hari ini dan masa depan.

Prinsip ini juga berlaku dalam bidang teknologi informasi komunikasi (TIK). Bagaimana hingar bingar tahun lalu, betapa ramainya pergerakan TIK sepanjang 2014, seyogyanya menjadi dasar kita dalam berbuat sepanjang tahun kambing kayu ini.


Mengacu berbagai riset yang dilakukan Sharing Vision, sedikitnya terdapat dua isu krusial TIK Indonesia 2015, terutama pada sektor telekomunikasi. Pertama, margin operator telekomunikasi Indonesia pada tahun ini akan turun!


Tren yang menggambarkan ini terlihat dalam pendapatan operator triwulan I-III 2014, dimana laba operator sebelum biaya bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) terus menurun yang utamanya disebabkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.


Pendapatan XL Rp 6,3 triliun (turun 400 basis poin), Indosat Rp 7,6 triliun (turun 190 basis poin), dan Telkomsel Rp 26,8 triliun (23 basis poin). Situasi tahun ini diproyeksikan akan berlanjut dikarenakan potensi penggerus lebih besar daripada potensi pertumbuhan.


Hal yang mereduksi potensi adalah makin ketatnya kompetisi (hypercompetition) yang terkadang tak masuk akal, tingginya biaya pemasaran, dan yang utama adalah adanya pegeseran konsumsi pengguna yang banyak ke data dari suara atau SMS.


Di sisi lain, penulis memproyeksikan terjadinya Free Cash Flow (FCF) dalam posisi minimal atau negatif karena tingginya belanja modal dalam mengembangkan jaringan 3G atau 4G. FCF ini tentu saja dalam usaha mengakomodir tren perubahan adopsi layanan data. Next


(ash/ash)