"Berbicara LTE, dengan bangga saya katakan bahwa kami yang pertama menghadirkannya ke Indonesia, bekerjasama dengan Bolt. Tahun lalu, handset dan layanan Bolt tersedia untuk publik," kata Managing Director ZTE Handset Business Unit Indonesia Fritz Wang Feng, dalam temu media secara terbatas di kantornya.
Menurutnya, peluang akan semakin terbuka lebar di tahun ini, mengingat operator telekomunikasi di Indonesia sedang giat berbenah dan berlomba menyajikan jaringan 4G.
"Jadi tahun ini kami melihat bagaimana operator berupaya menghadirkan layanan 4G secara penuh bagi publik. Kami punya sederet daftar produk yang siap diimpor ke Indonesia," sebutnya.
ZTE sendiri memang bukan baru-baru ini mengembangkan 4G. Seperti dikatakan Fritz, mereka punya komitmen kuat dalam investasi teknologi jaringan, termasuk 4G.
Punya banyak paten perangkat 4G, ZTE berada di urutan pertama dalam teknologi paten teknologi global selama dua tahun berturut-turut, berdasarkan data World Intellectual Property Organization. Lebih dari itu, ZTE juga sudah meneliti dan mendesain 5G.
"Jadi apapun platformnya, kami akan selalu menjadi merek pertama yang merasakan keuntungan ini. Saya rasa tahun ini akan mulai banyak ponsel 4G di pasaran. Namun juga tergantung operator dan regulasi," ujarnya.
Terkait Bolt yang sempat disinggung ZTE, sejatinya memiliki jenis layanan 4G yang berbeda seperti milik operator seluler Telkomsel, XL Axiata dan Indosat.
Memang, Bolt dan ketiga operator tersebut sama-sama menggunakan teknologi 4G LTE, namun lisensi keduanya berbeda. Layanan 4G Telkomsel, XL dan Indosat punya kelebihan bisa untuk telepon, SMS, dan data karena lisensi yang dimiliki adalah mobile seluler dengan cakupan nasional di 900 MHz.
Sementara Bolt Internux hanya punya lisensi fixed broadband wireless access (BWA) di spektrum 2,3 GHz yang aksesnya terbatas di zona wilayah tertentu, tanpa diberi blok penomoran telepon, dan hanya boleh untuk menyalurkan koneksi data saja. (rns/ash)