Predator Cari Mangsa, dari Wisata Seks Hingga Asmara Online

Jakarta - Jika di Indonesia para paedofil menggunakan kedok asmara online untuk menjerat korban, di luar negeri kedoknya lebih beragam. Di Filipina misalnya, puluhan ribu anak terang-terangan dipekerjakan sebagai pekerja seks online.

Salah satu bentuk eksploitasi seksual pada anak di Filipina adalah Webcam Child Sex Tourism atau wisata seks anak melalui webcam. Anak-anak miskin dari desa-desa direkrut, atau bahkan dijual oleh keluarganya. Mereka ditampung di sebuah mess atau rumah kontrakan yang dalam bahasa setempat disebut 'Den', lalu disuruh tampil vulgar dan memeragakan aktivitas seksual di depan kamera.


Penontonnya tak lain adalah para predator yang tak terhitung jumlahnya, dari berbagai negara di seluruh dunia. Sebagian memang paedofil, sebagian lagi ingin mencari variasi seksual dengan memanfaatkan anak kecil. Mereka membayar sejumlah uang untuk menonton tayangan langsung di internet, sambil berinteraksi dengan para korban.


Organisasi perlindungan anak dari Belanda, Terres des Hommes (TDH) baru-baru ini mengungkap betapa banyaknya jumlah predator yang berkeliaran di internet. Dengan menciptakan bocah virtual bernama Sweetie , TDH berhasil mengidentifikasi 1.000 predator dari 21 negara, hanya dalam waktu 10 pekan.


"Tiga di antaranya berlokasi di Indonesia," tutur Sudaryanto, Country Manager TDH Netherlands untuk Indonesia, saat ditemui detikHealth dan ditulis pada Rabu (22/1/2014).


Temuan ini menurut Sudaryanto menunjukkan bahwa demand atau kebutuhan akan adanya pornografi anak memang sangat tinggi. Bila tidak dicegah, suatu saat wisata seks seperti itu akan mejadi industri pornografi anak yang menggurita dan sulit dikendalikan.


Di Indonesia, Sudaryanto mengaku belum memiliki riset serupa. Tetapi menurutnya, jejaring sosial di internet mulai banyak dipakai untuk transaksi seksual. Dalam banyak kasus, penyalur pekerja seks memanfaatkan Facebook, BBM (Blackberry Messanger), dan sebagainya, untuk bertransaksi.


"Sampai saat ini, di seluruh dunia baru 6 predator online yang dipidanakan," kata Sudaryanto, yang menilai pihak berwajib kurang proaktif mengungkap kasus-kasus predator online. Jika dalam 10 pekan TDH bisa mengidentifikasi 1.000 predator, menurutnya pemerintah dengan kewenangannya bisa menjerat lebih banyak lagi untuk kemudian dipidanakan.



(up/rou)


Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!