"Kami butuh Rp 10 triliun karena di 2,3 GHz itu benar-benar bangun dari nol, dan yang di 1.900 MHz infrastrukturnya tidak bisa digunakan lagi. Tidak laku dijual," kata Merza Fachys, Direktur Smartfren saat ditemui di Bunga Rampai, Jakarta, Senin (25/8/2014).
Merza menegaskan, dana Rp 10 triliun itu belum termasuk untuk Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi yang kemungkinan akan berkisar Rp 3 triliun hingga Rp 5 triliun untuk 10 tahun ke depan.
"Sumber pendanaannya belum diketahui karena nilai itu masih perhitungan saya. Dana itu belum diajukan resmi ke direksi," lanjut Merza usai peluncuran Andromax G2 Touch Qwerty.
Seperti diketahui, Smartfren telah mendapat restu untuk realokasi frekuensi dari 1.900 MHz ke 2,3 GHz setelah terbitnya Peraturan Menkominfo. Alasan pemindahan itu karena di frekuensi lama, teknologi PCS 1900 yang digunakan Smartfren menimbulkan interferensi bagi operator 3G di 2,1 GHz.
(rou/ash)